Jakarta (ANTARA) -
Politisi PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko menyebutkan Indonesia harus punya Komite Sains Kepresidenan agar kekuatan sains tumbuh makin digdaya demi kemajuan teknologi.
 
Budiman Sudjatmiko di Jakarta, Selasa. mengatakan beberapa waktu lalu dirinya sempat berdiskusi dengan Dokter Mei, seorang neurosaintis yang mendiskusikan tentang contoh Komite Sains Kepresidenan & kantor perdana menteri di AS, Inggris dan Selandia Baru.
 
"Menurut saya, Presiden Jokowi juga seharusnya punya," kata dia menanggapi perkembangan teknologi global saat ini.
 
Pandemi, ketidakpastian dan keberlimpahan sebagai akibat revolusi 4.0 menuntut kecepatan plus ketepatan kebijakan publik.
 
"Karena itu sekali lagi, menurut saya presiden butuh komite sains kepresidenan,” ucapnya.
 
Sejalan dengan usulan Budiman, Presiden Joko Widodo sendiri saat membuka Rakernas Penguatan Ekosistem Inovasi Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) 2021 menyebut dunia tengah memasuki masa perang artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan
 
Sehingga, katanya, negara-negara di dunia termasuk Indonesia berlomba-lomba untuk dapat menguasai AI.

Baca juga: COPS rilis survei Budiman Sudjatmiko politisi muda diperhitungkan 2024
 
Karenanya Presiden menginstruksikan agar BPPT bersinergi dengan berbagai pihak mulai dari talenta-talenta diaspora, para peneliti di universitas, startup teknologi hingga anak-anak muda yang sangat militan.
 
Budiman berharap tak lama lagi juga akan bermunculan desa dengan konsep “silicon villages” alias desa berbasis teknologi dan inovasi revolusi industri 4.0, di banyak tempat di Indonesia.
 
Apalagi, situasi pandemi COVID-19 saat ini menuntut orang lebih banyak bekerja dari rumah, oleh karen itu menurutnya gagasan tersebut harus segera diwujudkan.
 
Meski ia tak menampik, kenyataannya kesenjangan digital masih menjadi persoalan besar. Pelosok desa apalagi di luar Pulau Jawa banyak yang belum bisa menikmati akses internet secara baik.
 
Sehubungan minimnya akses internet di daerah 3T (terdepan, terpencil dan tertinggal), Budiman mendorong pemerintah daerah membangun infrastruktur digital tanpa harus tergantung pada dana pusat atau perusahaan telekomunikasi.
 
Lebih jauh kata dia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, gerakan inovator 4.0 bisa menjadi solusi kongkret dalam menjawab tantangan zaman yang berubah sangat cepat dan makin dinamis.

Baca juga: Inovator 4.0 dorong Indonesia mumpuni di teknologi komputasi kuantum
 
Apalagi dikaitkan dengan adanya dana desa, Budiman berpendapat program yang ia gagas bisa mengoptimalkan penggunaan dana yang ada.
 
Menurut Budiman, dari 74.954 jumlah desa yang ada di Indonesia, jika 10 persennya saja berhasil mengadopsi konsep silicon villages dan sukses, tentu dampaknya sangat terasa bagi Indonesia, utamanya bakal dirasakan oleh masyarakat desa itu sendiri yang lebih sejahtera dan maju.
 
Kemudian, kaum muda dinilai punya potensi besar mengantarkan negeri menjadi pemenang dalam kompetensi global era industri 4.0 dengan sejumlah syarat tertentu.
 
Seperti aktif mentransfer imajinasi dalam ilmu pengetahuan, termasuk ke dalam algoritma dan aplikasi digital sehingga bisa mengimajinasikan solusi atas persoalan-persoalan potensial muncul di masa depan.
 
Syarat lainnya seperti, berkolaborasi membuat jejaring sosial, gotong royong, dan solidaritas.
 
Lebih lanjut Budiman menceritakan bahwa pihaknya saat ini sedang menggagas pembangunan silicon valley Indonesia di Jawa Barat, tepatnya di daerah Sukabumi.
 
Nantinya di daerah tersebut akan ada banyak kegiatan penelitian dan pengembangan yang berorientasi pada teknologi revolusi industri, termasuk bioteknologi, semi konduktor, komputer kuantum dan teknologi penyimpanan energi.
 
“Bayangkan perusahaan teknologi di Sukabumi, tapi yang memiliki orang-orang desa,” ujarnya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021