Masalah yang muncul saat ini adalah terdapat sejumlah kapal yang terindikasi tidak memiliki izin atau izinnya sudah mati, serta kapal ikan dengan izin provinsi Maluku tapi melakukan penangkapan ikan di perairan Papua dan Papua Barat
Jakarta (ANTARA) - Koordinator Nasional Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia Moh Abdi Suhufan meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan pemerintah daerah meningkatkan pengawasan terhadap kegiatan penangkapan ikan di perairan Arafura dan sekitarnya.

"Wilayah Pengelolaan Perikanan 718 atau WPP 718 merupakan perairan Arafura dan sekitarnya yang selama ini dimanfaatkan oleh tiga provinsi yaitu Maluku, Papua dan Papua Barat," kata Abdi Suhufan di Jakarta, Sabtu.

Menurut dia, laut Arafura adalah wilayah dengan produktivitas tinggi dan merupakan daerah fishing ground atau lokasi penangkapan favorit oleh kapal ikan berbendera Indonesia.

Peningkatan pengawasan, lanjutnya, bertujuan untuk mencegah praktik IUU fishing dan pelanggaran ketenagakerjaan yang dialami oleh awak kapal perikanan yang melakukan operasi penangkapan ikan di laut Arafura.

Abdi Suhufan mengatakan bahwa izin dan kegiatan penangkapan ikan di laut Arafura saat ini merupakan yang terpadat di Indonesia.

"Diperkirakan terdapat total sekitar 3.126 kapal ikan ukuran 10-30 GT dengan izin provinsi dan kapal di atas 30 GT dengan izin pusat yang saat ini melakukan penangkapan ikan di Laut Arafura. Angka ini akan bertambah banyak jika memasukkan kapal ikan skala kecil yang berukuran di bawah 10 GT yang belum teregistrasi," kata Abdi.

Dengan jumlah armada sebanyak itu, diperkirakan ada sekitar 78.000 orang awak kapal perikanan yang bekerja di kapal-kapal yang melakukan penangkapan ikan di laut Arafura.

Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah mendapat laporan sejumlah kasus penelantaran awak kapal perikanan di Dobo dan Merauke yang menyebabkan korban sakit dan meninggal dunia.

Banyaknya kapal ikan yang beroperasi di laut Arafura, menurut dia, akan memberi tekanan pada keberlanjutan sumberdaya ikan dan membutuhkan upaya pengawasan dari otoritas terkait.

"Masalah yang muncul saat ini adalah terdapat sejumlah kapal yang terindikasi tidak memiliki izin atau izinnya sudah mati, serta kapal ikan dengan izin provinsi Maluku tapi melakukan penangkapan ikan di perairan Papua dan Papua Barat," kata Abdi.

Selain jumlah armada yang cukup banyak saat ini, di WPP 718 terdapat beberapa pelabuhan tangkahan yang dimanfaatkan untuk mendaratkan hasil tangkapan. Keberadaan pelabuhan tangkahan/pelabuhan ilegal seperti yang ditemukan Kepulauan Aru dan Merauke disinyalir tidak menerapkan aturan perikanan terkait izin, pencatatan hasil tangkapan, BBM dan perlindungan ketenagakerjaan.

DFW Indnonesia menyarankan kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan perlu menyusun ulang strategi pengelolaan WPP 718 dengan menekankan penguatan aspek pengawasan IUUF (penangkapan ikan secara ilegal) dan perlindungan tenaga kerja atau awak kapal perikanan.

Baca juga: KKP pastikan tidak ada izin penangkapan ikan untuk kapal asing
Baca juga: Polres Mimika patroli cegah gangguan kamtibmas di perairan Arafura
Baca juga: KKP catat 2.183 kapal perikanan belum perpanjang izin penangkapan ikan

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021