Ya memang kalau di Indonesia jadi kelihatan mewah dan itu perlu dikenakan PPnBM
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) tidak hanya untuk mendorong penerimaan negara, namun juga menjaga keseimbangan pembebanan pajak antara masyarakat berpenghasilan rendah dan tinggi.

“Pemungutan PPnBM tidak hanya untuk penerimaan negara tapi ada empat poin,” katanya dalam Raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Senin.

Sri Mulyani menjelaskan sebenarnya pengenaan PPnBM berdasarkan atas empat pertimbangan sesuai dengan Undang-Undang PPN Pasal 5 Ayat 1 yaitu perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas barang kena pajak yang digolongkan mewah.

Baca juga: Sri Mulyani usulkan perubahan tarif PPnBM kendaraan listrik

Kemudian dalam rangka menjaga keseimbangan pembebanan pajak antarkonsumen yang berpenghasilan rendah dengan konsumen berpenghasilan tinggi.

Selanjutnya, perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional serta termasuk untuk mengamankan penerimaan negara.

Ia menyebutkan barang-barang yang dapat dikenakan PPnBM terdiri dari bukan kebutuhan pokok, dikonsumsi masyarakat tertentu, dikonsumsi masyarakat berpenghasilan tinggi, dan barang yang menunjukkan status.

“Ya memang kalau di Indonesia jadi kelihatan mewah dan itu perlu dikenakan PPnBM,” tegasnya.

Baca juga: Relaksasi PPnBM, Kemenperin: Penjualan mobil melonjak signifikan

Sementara itu ia menuturkan dasar hukum pengenaan PPnBM kendaraan bermotor yang berlaku saat ini ada tiga yaitu Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, PP Nomor 41 Tahun 2013 sttd PP 22 Tahun 2024, serta PMK 33/PMK.010/2017.

Sri Mulyani mengatakan pihaknya mengingatkan hal ini karena pemerintah sedang berencana menaikkan tarif PPnBM terhadap kendaraan listrik yang aturan sebelumnya telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73/2019.

Usulan tarif PPnBM terbaru didasarkan pada skema I dan skema II dengan skema II akan diberlakukan dua tahun setelah ada realisasi investasi Rp5 triliun di industri mobil BEV atau saat BEV mulai berproduksi komersial dengan realisasi investasi Rp5 triliun.

“Skema I hanya akan kita jalankan asal mereka tidak hanya bilang akan investasi, tapi betul-betul investasi dengan threshold Rp5 triliun,” ujarnya.

Baca juga: OJK minta perbankan keluarkan aturan bebas DP beli properti dan mobil

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021