proses pengadaan selalu melibatkan seluruh deputi
Jakarta (ANTARA) - Perwakilan Satgas COVID-19 Prof. dr. H. M Nasser memastikan tak ada kerugian dalam pengadaan alat tes (test kit) reagen sansure karena saat ini semua alat tes tersebut sudah didistribusikan ke laboratorium lain yang membutuhkan.

"Pengadaan alat tes reagen berawal kasus COVID-19 menimpa dua warga pada awal Maret 2020, lantas diputus tanggal 13 April dalam ratas kabinet untuk mencari alat tes yang dapat mengamankan tenaga kesehatan selama pandemi," kata Nasser saat dihubungi dari Jakarta, Selasa.

Tak beberapa lama setelahnya, jelas Nasser, selaku perwakilan Gugus Tugas COVID-19 dirinya diperintahkan untuk mencari alat tes reagen mengingat saat itu sudah ada sembilan dokter yang meninggal akibat terpapar COVID-19.

Mengingat kondisi yang sudah darurat dan mencekam, diputus untuk mencari alat tes reagen. Saat itu tidak mudah mencari alat tes mengingat, selain banyak negara yang membutuhkan, juga kasus biomolekuler merupakan pertama di Indonesia, ungkap Nasser.

Tidak beberapa lama kemudian terdapat sumbangan reagen sansure dari perusahaan Unilever sebanyak 25 ribu dan dari PT Mastindo Mulia sebanyak 50 ribu alat tes.

Baca juga: BPPT serahkan bantuan 1.000 Kit Reagen ke Rumkit Putri Hijau Medan
Baca juga: Unair kembangkan "reagen+" untuk deteksi COVID-19 lebih cepat


Berdasarkan informasi yang didapat alat tes itu didatangkan dari China yang dipergunakan untuk melakukan tes di Wuhan. Sehingga dicarilah perusahaan yang mampu mendatangkan alat tes tersebut, meskipun bukan perkara mudah mengingat negara itu sedang melakukan karantina akibat pandemi. Adapun penunjukan perusahaan ini sudah sesuai dengan peraturan LKPP no 13/2018.

Sebelumnya, Kepala BNPB Doni Monardo juga memastikan bahwa proses pengadaan berjalan akuntabel.

"Tanggung jawab saya adalah melindungi lembaga BNPB, sehingga proses pengadaan selalu melibatkan seluruh deputi," ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa BNPB membentuk tim dengan memasukkan unsur dari BPKP serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) sebagai bagian dari transparansi proses pengadaan.

Pengadaan alat tes reagen sansure ini juga telah mendapat sejumlah rekomendasi dari rekan-rekan dokter termasuk dari Sekjen Persatuan Rumah Sakit Indonesia (Persi), Lia G Partakusuma, setidaknya ada tiga rekomendasi sebelum diputuskan menggunakan alat tes reagen sansure.

Baca juga: Reagen habis, 1.011 sampel usap antre diperiksa di Litbangkes Jayapura
Baca juga: Bio Farma targetkan bisa produksi 3 juta reagen/bulan untuk tes PCR


Setelah alat tes itu tiba di tanah air, ia menjelaskan, lantas didistribusikan kepada 88 laboratorium, namun ternyata tidak semua laboratorium itu memiliki peralatan biomolekuler yang memadai sehingga terdapat lebih dari 21 laboratorium yang tidak bisa menggunakan alat tes itu.

Terkait temuan itu, BPKP bersama BNPB menindaklanjuti setelah dilakukan rapat koordinasi lantas diputuskan untuk menarik alat tes yang ada di laboratorium-laboratorium yang mengalami kesulitan tersebut.

"Tanggal 3 Agustus 2020 semua alat tes yang tidak bisa dipakai itu kita tarik semua, kata Nasser.

Lantas, setelah alat tes itu ditarik kemudian segera didistribusikan lagi ke laboratorium-laboratorium lain yang memiliki peralatan tes biomolekuler lebih lengkap.

Sehingga kalau disebut telah terjadi kerugian Rp170 miliar dari alat tes yang ditarik, sebenarnya tidak terjadi. Mengingat semua alat itu sudah kita distribusikan semuanya, kata Nasser.

Bahkan sampai saat ini alat tes reagen sansure ini masih dipakai dan diminta dari laboratorium-laboratorium yang membutuhkan.

Baca juga: BNPB distribusikan 20.000 reagen kit dan VTM untuk Gorontalo
Baca juga: Stok "reagen" menipis, pemeriksaan RNA COVID-19 di NTB jadi terbatas

Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021