Indonesia telah bertransformasi dari rezim subsidi energi yang tidak efisien...dengan memanfaatkan lebih banyak sumber energi dalam negeri, terutama gas alam dan energi terbarukan
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Indonesia terus berupa memanfaatkan teknologi dalam memproduksi energi hijau dan fokus menggunakan sumber energi dalam negeri guna mengurangi masalah neraca perdagangan.

Dalam forum Global Commission on People-Centred Clean Energy Transitions yang diselenggarakan oleh International Energy Agency (IEA), Senin, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjelaskan  transisi menuju energi ramah lingkungan dan berkelanjutan harus memastikan aksesibilitas, keterjangkauan, ketersediaan, kesetaraan, dan keandalan energi bersih.

"Indonesia telah bertransformasi dari rezim subsidi energi yang tidak efisien dan membebani menjadi kebijakan yang lebih efektif dan efisien, dengan memanfaatkan lebih banyak sumber energi dalam negeri, terutama gas alam dan energi terbarukan, untuk mengurangi masalah neraca perdagangan," kata Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.

Baca juga: Menteri Arifin: Transisi energi ke EBT mutlak diperlukan

Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah memiliki sejumlah kebijakan transisi energi yang melibatkan masyarakat, di antaranya kebijakan reformasi subsidi energi sekaligus menjaga keterjangkauan dan keamanan pasokan energi.

Di samping itu, Indonesia juga telah menjalankan program mandatori Biodiesel 30 persen (B30) guna mengurangi impor bahan bakar fosil, di mana RI memanfaatkan kelapa sawit sebagai sumber bahan bakar nabati dalam mengurangi emisi, di samping mencari peluang untuk pembangunan ekonomi yang lebih besar.

"Kami menetapkan target transisi energi secara ambisius menuju energi bersih. Saat ini Indonesia sedang mengembangkan co-firing biomassa terhadap beberapa pembangkit listrik dan berusaha memperluas skala penggunaan teknologi ini," tambah Menteri ESDM Arifin.

Baca juga: Menteri ESDM: Penerapan smart grid jadi opsi penuhi target bauran EBT

Evaluasi potensi kombinasi antara clean coal technology, co-firing biomassa serta carbon capture, utilization, dan storage (CCS/CCUS) juga dilakukan dalam program transisi energi tersebut.

Bahkan, Indonesia juga ingin ikut berpartisipasi dalam pengembangan kendaraan listrik dan industri energi lanjutan. Transisi menuju energi bersih membutuhkan banyak sumber daya mineral sebagai bahan baku pendukung industri teknologi ramah lingkungan.

"Strategi kami juga berfokus untuk meningkatkan industri ekstraktif yang memiliki nilai tambah, termasuk industri mineral untuk mendukung pengembangan industri dalam negeri, inovasi teknologi, dan penciptaan lapangan kerja," kata Menteri ESDM.

Baca juga: Indonesia dorong penguatan kerja sama energi terbarukan dengan Swedia

Lebih lanjut dia memastikan bahwa Indonesia terbuka untuk membangun kemitraan dalam proyek pengembangan program ekstraktif hilir serta melibatkan banyak negara untuk bekerja sama dalam mendorong program transisi energi tersebut.

Indonesia memiliki dua target besar dalam program transisi energi yaitu target bauran energi sebesar 23 persen pada tahun 2025 dan target penurunan emisi sebesar 29 persen dari baseline tahun 2030 sesuai Paris Agreement.

Data bauran energi nasional saat ini tercatat berada pada angka 11,5 persen dari target sebesar 23 persen. Indonesia membutuhkan total investasi sektor energi ramah lingkungan sekitar 167 miliar dolar AS untuk 56 GigaWatt (GW) tambahan pembangkit energi hijau untuk memangkas emisi, sehingga bisa mewujudkan komitmen Paris Agreement.

Baca juga: Menteri ESDM sebut transisi energi bersih perlu libatkan masyarakat

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021