Solo (ANTARA) - Setelah bertahan selama 22 hari, akhirnya bayi yang lahir tanpa tempurung kepala asal Kota Solo meninggal dunia pada Selasa (16/3) pukul 21.00 WIB.

"Kemarin sore sebetulnya sudah mulai berbeda kondisinya. Kalau biasanya disentuh tangan dan kakinya dia langsung bereaksi, tetapi kemarin sore diam saja," kata ibu bayi Ayu Endang Pujiati (29) di rumahnya di Kampung Sidorejo RT 01/RW I, Kelurahan Mangkubumen, Kecamatan Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu.

Setelah itu, sehabis Magrib, bayi bernama Muhammad Arkan Naufal Hidayatullah ini kondisinya terus turun dan napasnya tersengal-sengal. Oleh orang tuanya, kondisi bayi dilaporkan ke Rumah Sakit Brayat Minulya di mana bayi tersebut lahir.

"Kemudian dokter dan perawat yang datang untuk mengecek kondisi anak kami. Dokter sebenarnya merujuk ke RSUD dr Moewardi, tetapi semalam kondisi hujan, kami belum sempat membawa anak kami ke sana ternyata sudah tidak ada (meninggal dunia)," katanya.

Baca juga: Bayi tanpa tempurung kepala asal Solo dirawat di rumah

Ia mengakui sebelum meninggal dunia, bayi yang lahir pada tanggal 22 Februari 2021 tersebut selalu rutin dicek oleh dokter sebanyak dua kali sepekan.

"Dicek berat badan dan denyut nadi, tetapi memang sejak lahir hingga akhirnya meninggal itu berat badannya terus mengalami penurunan, dari 3,8 kg menjadi 2,9 kg," katanya.

Sebelumnya diberitakan, bayi Arkan yang lahir tanpa tempurung kepala tersebut sempat bertahan meski harus bergantung dengan mesin oksigen.

Meski sejumlah dokter mengatakan anak kedua pasangan Ayu dan Syarifudin Hidayatullah (31) ini tidak mampu bertahan hidup lebih lama, ia bersama sang suami tetap berupaya mengasuh dengan sepenuh hati.

"Dokter sempat bilang kalau kemungkinan 70 persen meninggal di kandungan, tetapi akan saya teruskan sampai kapan bertahan," katanya.

Ia sebetulnya mengetahui kondisi anaknya akan lahir tanpa tempurung kepala tersebut sejak masih janin berusia empat bulan. Bahkan, untuk memastikan kondisi anaknya ia sampai mendatangi empat dokter kandungan.

"Semuanya saya USG empat dimensi, tetapi hasilnya sama saja. Bahkan, tiga dokter di antaranya menyarankan untuk mengeluarkan saja mumpung masih kecil, kalau sudah besar akan sulit. Tetapi menurut saya empat bulan sudah bernyawa, sudah ditiupkan roh. Kasihan, dia ingin hidup sehingga saya putuskan untuk melanjutkan," katanya.

Ia mengatakan menurut dokter, kondisi bayi Arkan tersebut terjadi karena masuknya virus toksoplasmasis pada saat pembentukan janin di usia dua bulan.*

Pewarta: Aris Wasita
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021