memberikan opsi layanan pembelajaran tatap muka terbatas
Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Gerindra Djohar Arifin Husin meminta agar prioritas vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan juga berdasarkan kesulitan infrastruktur pembelajaran jarak jauh (PJJ).

“Kami minta agar prioritas vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan tidak hanya berdasarkan tingkatan jenjang yang tersulit melakukan PJJ, tetapi juga kesulitan infrastruktur,” ujar Djohar dalam rapat kerja dengan Kemendikbud di Jakarta, Kamis (18/3).

Dia menambahkan daerah yang kesulitan melakukan PJJ karena keterbatasan akses jaringan internet, ketersediaan gawai hingga kondisi geografis yang sulit mendapatkan prioritas dalam program vaksinasi.

“Jadi didahulukan yang tidak mendapatkan sinyal atau jaringan internet, agar mereka bisa segera melakukan pembelajaran tatap muka (PTM),” tambah dia.

Baca juga: Setahun pandemi COVID-19, vaksinasi harapan baru atasi "learning loss"

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim mengatakan program vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan diprioritaskan bagi guru sekolah jenjang rendah seperti PAUD, SD, SMP dan SMA. Alasannya semakin rendah jenjang sekolah, semakin kesulitan melakukan PJJ.

Mendikbud menambahkan pemerintah menargetkan vaksinasi 5,5 juta pendidik dan tenaga kependidikan hingga akhir Juni 2021.

“Setelah mayoritas pendidikan dan tenaga kependidikan divaksinasi dosis kedua dan selambatnya tahun ajaran baru, maka satuan pendidikan diwajibkan memberikan opsi layanan pembelajaran tatap muka terbatas,” ujar Nadiem.

PTM terbatas dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan atas izin orang tua atau wali murid. PTM terbatas dikombinasikan dengan pembelajaran jarak jauh untuk memenuhi protokol kesehatan.

Baca juga: Tenaga pendidik harapkan belajar tatap muka setelah vaksinasi COVID-19

PJJ berpotensi menimbulkan dampak sosial negatif yang berkepanjangan. Diantaranya putus sekolah, penurunan capaian belajar dan kekerasan pada anak dan risiko eksternal.

Risiko putus sekolah dikarenakan anak terpaksa bekerja untuk membantu keuangan keluarga di tengah krisis pandemi COVID-19. Persepsi orang tua, banyak orang tua yang tidak bisa melihat peranan sekolah dalam proses belajar-mengajar apabila proses pembelajaran tidak dilakukan secara tatap muka.

Terjadi kesenjangan capaian belajar yang mana perbedaan akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh, dapat mengakibatkan kesenjangan capaian belajar, terutama untuk anak dari sosio ekonomi berbeda.

Baca juga: Hanya 50 persen sekolah di Pekanbaru diizinkan belajar tatap muka
Baca juga: Mendikbud: Daerah tak ada jaringan internet bisa belajar tatap muka


Pewarta: Indriani
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2021