Seoul (ANTARA) - Saham Korea Selatan berakhir dengan catatan suram pada hari Jumat karena investor asing dan institusional membuang saham karena khawatir kemungkinan lonjakan imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS.

Indeks Harga Saham Gabungan Korea (KOSPI) merosot 26,48 poin atau 0,86 persen menjadi menetap di 3.039,53. Volume perdagangan mencapai 1,1 miliar saham senilai 15,9 triliun won (14,1 miliar dolar AS).

Indeks KOSPI mengawali perdagangan dengan 0,10 persen lebih rendah dan melanjutkan penurunan awal sepanjang sesi karena imbal hasil yang lebih tinggi pada obligasi pemerintah AS membuat investor khawatir.

Baca juga: Saham di Korsel dibuka lebih tinggi, indeks KOSPI naik 1,02 persen

Investor asing dan institusi melepas saham masing-masing senilai 583,7 miliar won (516,1 juta dolar AS) dan 1 triliun won (884,2 juta dolar AS).

Imbal hasil obligasi acuan yakni obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun, yang merupakan pendekatan kasar perkiraan inflasi, menembus di atas 1,7 persen semalam untuk pertama kalinya sejak Januari 2020.

Saham AS berakhir lebih rendah. Indeks Dow Jones Industrial Average turun 0,46 persen dan Indeks S&P 500 merosot 1,48 persen.

Saham-saham berkapitalisasi besar domestik melemah. Penentu arah pasar Samsung Electronics turun 1,2 persen, dan raksasa chip memori SK hynix menyusut 2,8 persen. Mesin pencari yang paling banyak digunakan Naver kehilangan 0,4 persen, dan perusahaan kimia terkemuka LG Chem mundur 3,6 persen.

Baca juga: Saham Australia ditutup rugi beruntun, Indeks ASX merosot 0,56 persen

Produsen mobil terbesar Hyundai Motor turun 1,9 persen, dan Samsung Biologics, unit farmasi Samsung Group, turun 1,9 persen. Produsen baterai isi ulang Samsung SDI turun 0,2 persen, dan raksasa biofarmasi Celltrion turun 1,7 persen.

Indeks KOSDAQ atas saham-saham berkapitalisasi kecil naik 2,28 poin, atau 0,24 persen, menjadi ditutup pada 952,11.

Mata uang lokal berakhir pada 1.130,6 won terhadap dolar AS, turun 6,9 won dari penutupan sebelumnya. Mata uang Korea Selatan terdepresiasi karena meningkatnya upaya untuk menghindari aset berisiko.

Baca juga: IHSG ditutup melambung, terangkat kebijakan BI tahan suku bunga acuan

Penerjemah: Biqwanto Situmorang
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021