Kami juga prihatin dengan nasib masyarakat yang terkena dampak gerakan ini,
Kuala Lumpur (ANTARA) - Pemimpin oposisi Malaysia  Anwar Ibrahim khawatir dengan pengumuman perusahaan raksasa International Business Machines Corporation (IBM) yang akan menutup pusat operasinya di Cyberjaya pada 31 Mei.

"Ini cukup mengkhawatirkan, dan ini menambah kekhawatiran kami apakah perkembangan seperti itu akan terus meningkat dan memburuk," katanya dalam pernyataannya di Kuala Lumpur, Kamis.

Pengumuman oleh IBM tersebut muncul setelah banyak pengumuman serupa oleh berbagai perusahaan raksasa yang sudah mulai meninggalkan Malaysia, termasuk Hyundai dan Panasonic.

"Namun ada juga laporan yang menyebutkan ada negara lain di kawasan yang berhasil mendapatkan angka investasi yang cukup menggembirakan dari perusahaan berbasis teknologi yang masuk dalam daftar Fortune 500," ujar Presiden PKR tersebut.

Baca juga: Ekonomi Malaysia diproyeksi tumbuh 7,5 persen tahun depan
Baca juga: Ekonomi digital jadi fokus Pertemuan Menteri Digital ASEAN


Pemerintah Perikatan Nasional (PN), ujar dia, bersikap seperti tidak terjadi apa-apa.

"Menteri senior yang membidangi investasi asing juga menyatakan bahwa Malaysia mampu selektif, dan berupaya menarik investor besar dengan mengabaikan investor skala kecil dan menengah," katanya.

Situasi ini, ujar dia, sangat mengkhawatirkan karena Malaysia terus kehilangan ribuan pekerjaan di bidang teknologi dan manufaktur ke negara-negara tetangga di kawasan ASEAN.

"Kami juga prihatin dengan nasib masyarakat yang terkena dampak gerakan ini, dan apakah pemerintah PN memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk menghadapi masalah ini," katanya.

Pihaknya juga menemukan bahwa reaksi santai dari menteri yang bertanggung jawab hanya menyoroti sikap pemerintah yang tidak memahami realitas yang dihadapi negara saat ini.

Anwar membeberkan data sebuah laporan oleh United Nations Conference on Trade and Development (Unctad) pada Januari 2021 yang menyatakan bahwa tingkat investasi asing (FDI) Malaysia akan turun lebih dari dua pertiga menjadi hanya 2,5 miliar dollar  (Rp34,9 triliun) pada tahun 2020, menjadikannya penurunan terburuk di wilayah Asia Tenggara.

"Pada Januari 2021 kami juga dikejutkan oleh komentar dari Direktur Jenderal Kamar Dagang dan Industri UE-Malaysia (EUROCHAM) yang menyuarakan 'keprihatinan mengenai Malaysia sebagai tujuan investasi yang potensial'," katanya.

Pihaknya juga terguncang oleh tinjauan lembaga Pemeringkat Fitch mengenai peringkat kemungkinan penerbit mata uang asing jangka panjang Malaysia (IDR) menjadi 'BBB +' dari 'A-' pada Desember tahun lalu, seraya menambahkan "ketidakpastian politik menyusul perubahan dalam pemerintahan pada Maret.

Baca juga: Cyberjaya - 'Silicon Valley'-nya Malaysia Menampilkan Potensi Investasi Teknologi pada IT IndoComm 2012
Baca juga: Legoland investasikan Rp120 miliar untuk teknologi 4D

Pewarta: Agus Setiawan
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021