Jakarta (ANTARA) - Peresmian Monumen Pahlawan Nasional Komjen Moehammad Jasin oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo di Akademi Polisi (Akpol) Semarang, Jawa Tengah, Kamis, menjadi momentum mengenang kembali perjuangan dan bhakti Polri bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Pengamat Kepolisian Irjen Pol (Purn) Siswo Adiwinoto mengisahkan dalam dalam keterangan tertulis Polri dibentuk setahun setelah Indonesia merdeka tepatnya 1 Juli 1946.

Di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Ir Juanda, Polisi Indonesia yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (sistem fragmented) disatukan sebagai Kepolisian Nasional. Tanggal 1 Juli pun ditetapkan sebagai Hari Bhayangkara.

Seiring berjalannya waktu, masyarakat mengenal Hari Bhayangkara sebagai Hari Ulang Tahun Kepolisian Republik Indonesia (Polri), namun ada sebuah pertanyaan besar yang menggelitik dibalik itu, kata Siswo yang juga Ketua Penasehat Ahli Kapolri.

Pertanyaan itu adalah, apakah dalam tenggat waktu hampir satu tahun setelah Indonesia merdeka apakah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak memiliki Polri? Padahal polisi sudah ada sejak Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan nama Inspektur Polisi Moehammad Jasin ada dibalik itu.

"Begini sejarahnya," kata Siswo.

Tiga hari setelah Proklamasi Kemerdekaan NKRI tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya tanggal 21 Agustus 1945, Almarhum Inspektur Polisi Moehammad Jasin dengan gagah berani mengubah nama 'Tokubetsu Keisatsu Tai' (Polisi Jepang) menjadi Polisi Istimewa.

Baca juga: Kapolri resmikan Monumen Pahlawan Nasional Komjen Moechammad Jasin

Polisi Istimewa ini tunduk pada pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang baru meredeka hitungan hari. Lalu Polisi Istimewa membuktikan kesetiaan dan bhaktinya kepada negara dan bangsa Indonesia.

Tugas awal yang dilakukan Polisi Istimewa adalah mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang.

Menurut Siswo, pada saat itulah dharma bhakti Polri tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia merebut dan mempertahankan kemerdekaan.

Polri di masa kemerdekaan

Keberadaan Polisi Indonesia tidak terlepas dari peristiwa dan sejarah besar bangsa Indonesia dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan, nama Komjen Pol Moehammad Jasin ada dalam peristiwa penting tersebut oleh karena itu gelar Pahlawan Nasional pun disematkan kepadanya.

Jejak sejarah yang diukir oleh Polri sudah sepantasnya tidak dilupakan oleh insan Bhayangkara, sekaligus harus memahami peristiwa yang terjadi sebelum dan setelah bulan Agustus 1945.

Peristiwa-peristiwa itu di antaranya, peristiwa tanggal 7 Desember 1941, terjadi pengeboman Pearl Harbor berupa serangan dadakan yang dilakukan angkatan laut Jepang terhadap armada pasific angkatan laut Amerika Serikat yang tengah berlabuh di Pangkalan Angkatan Laut Pearl Harbor di Kota Honolulu Pulau Oahu-Hawai.

Kemudian Pada tanggal 10 Januari 1942, Jepang masuk ke Indonesia. Jepang mendarat dengan kekuatan invasi militer untuk pertama kali di Tarakan Kalimantan Utara. Karenanya Belanda akhirnya dibuat tidak kuasa untuk mempertahankan Indonesia dan menyerah pada tanggal 7 Maret 1942.

"Sejak tanggal 9 Maret 1942, Indonesia secara resmi dijajah oleh Jepang," kata Siswo.

Peristiwa berikutnya pada tahun 1944 Jepang merekrut pemuda asli pribumi yang diantaranya adalah Moehammad Jasin, mereka dididik sebagai polisi istimewa dengan kemampuan tempur seperti tentara Jepang yang diberi nama Tokubetsu Keisatsutai atau Polisi Istimewa.

Baca juga: Moehammad Jasin polisi pertama dapat gelar pahlawan

Lalu, pada 6 Agustus 1945, ketika Kota Hiroshima dijatuhi bom atom dan pada 9 Agustus 1945 Kota Nagasaki juga dijatuhi bom atom oleh Amerika Serikat. Kedua kota tersebut hancur total dan instalasi militer Jepang lumpuh yang membuat berakhirnya Perang Dunia Kedua.

Kemudian, Soekarno-Hatta memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Peristiwa ini bagi semua anggota Polri semestinya mencatat dan jangan pernah melupakan peristiwa sejarah setelah Proklamasi 17 Agustus 1945, kata Siswo.

Setelah Proklamasi dibacakan, pada tanggal 19 Agustus 1945, dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).

Pada tanggal 21 Agustus 1945, Inspektur Polisi Kelas-1 atau Letnan Satu Polisi Moehammad Jasin dengan jabatan sebagai Komandan Polisi di Surabaya, memproklamasikan bahwa Pasukan Polisi Istimewa menjadi Polisi Republik Indonesia dan menyatakan untuk bersatu dengan rakyat Indonesia dalam perjuangan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

Selanjutnya sebagai langkah awal yang dilakukan adalah mengadakan pembersihan dan pelucutan senjata terhadap tentara Jepang yang kalah perang. Pada saat ini banyak senior polisi berharap agar tanggal 21 Agustus dapat diresmikan sebagai Hari Bhakti Polri.

Jasa pendahulu Polri

Polri tidak hanya memiliki Komjen Pol Moehammad Jasin sebagai Pahlawan Nasional yang dikenal sebagai Bapak Brimob, ada banyak anggota Polri yang memiliki peran serta jasa besar dimulainya keberadaan dan dharma bhakti Polri.

Siswo mengatakan pada tanggal 29 September 1945 kala Presiden Soekarno melantik RS Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN) RI Pertama, menempatkan kedudukan Polri dibawah Perdana Menteri.

Ditunjuknya RS Soekanto sebagai Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, bukan sesuatu yang berlebihan apabila Jendral Polisi RS Soekanto bisa diresmikan sebagai Bapak Pionir Polri.

Kemudian sama halnya dengan Jendral Polisi Hoegeng Imam Santoso yang perlu juga untuk bisa ditetapkan sebagai Bapak Polisi Jujur. Selanjutnya Jendral Polisi Prof Dr Awaludin Djamin MPA perlu ditetapkan sebagai Bapak Pembenahan Polri.

Baca juga: Polri menambah kuota Bintara Polri buat putra asli Papua

Komjen Pol Moechammad Jasin seorang anggota Polri bergelar Pahlawan Nasional menjadi pengingat agar insan Bhayangkara tidak lupa terkait tentang dimulainya keberadaan dan dharma bhakti Polri.

"Bravo POLRI dalam melaksanakan doktrin Tata Tentrem Kerta Raharja untuk mewujudkan keamanan yang kondusif guna meningkatkan produktifitas masyarakat demi terwujudnya masyarakat yang maju, adil dan makmur," kata Siswo.

Monumen Perjuangan dan Bhakti Komjen Pol Moehammad Jasin didirikan oleh Alumni AKABRIPOL Pertama 1970/WASPADA dibawah pimpinan Kapolri Jendral Polisi (Purn) R Suroyo Bimantoro, sebagai monumen tonggak sejarah perjuangan dan dharma bhakti polisi yang dilakukan oleh seorang tokoh Pahlawan Nasional pejuang polisi.

Tentunya, keberadaan monumen perjuangan dan bhakti Pahlawan Nasional Komjen Pol M Jasin di Kesatrian Akademi Kepolisian Negara Republik Indonesia (AKPOL) Semarang, memiliki maksud mengenang dan sekaligus penghormatan kepada seorang tokoh Polri Pahlawan Nasional Komjen Pol (P) Moehammad Jasin.

Keberadaan monumen tersebut sekaligus untuk memberikan pembinaan tradisi Santi Aji dan Santi Karma kepada taruna Akademi Kepolisian sebagai generasi penerus Polri.

Baca juga: Menkopolhukam dan Kapolri bahas Polri yang presisi

Peresmian monumen Komjen Moehammad Jasin oleh Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo disaksikan oleh para Kapolri pada masanya, Dubes Croatia di Zagreb, keluarga M Jasin, para Alumni AKABRIPOL pertama 1970 dan para Perwakilan Angkatan Alumni AKABRIPOL, patut diapresiasi.

Kehadiran monumen tersebut tidak terlepas dari perjuangan dan bhakti Polri yang dibawa oleh Komjen Pol Moehammad Jasin.

Bagi Siswo, bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah perjuangan bangsanya, demikian juga Polri yang besar perlu selalu mengingat sejarah perjuangan serta dharma bhakti para tokoh-tokoh pendahulunya.

Dalam tulisannya, Siswo menyematkan harapan dan doa untuk semua Insan Bhayangakara Polri agar tetap semangat dalam pengabdian terbaik untuk masyarakat, bangsa dan negera. Tetap amanah sebagai pelindung, pengayom, pelayan masyarakat.

'To Be Fighter Crimes-Helper Deliquents-Loves Humanity', mampu memelihara Kamtibmas tetap kondusif dan masyarakat semakin produktif dalam tatanan kehidupan baru (Tata Tentrem Kerta Raharja). Menjadi pemimpin masyarakat yang memberi dan membantu, bukan yang mengambil dan membebani masyarakat.

Selanjutnya, insan Bhayangkara semakin Presisi (Prediktif, Responsif, Transparansi-Berkeadilan), profesional, tegas humanis dan modern terpercaya.

"Penegakan hukum tidak hanya tajam ke bawah, tapi tajam juga ke atas maupun ke samping berdasar hukum dan keadilan," kata Siswo.

Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021