Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Indonesia dan Norwegia sepakat melakukan kerjasama konservasi kehutanan untuk mengurangi emisi karbon senilai 1 miliar dolar AS.

Penandatangan kesepakatan berbentuk Letter of Intent (LoI) REDD+, pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, itu dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dan Menteri Lingkungan Hidup dan Pembangunan Internasional Norwegia Erik Solheim di Government Guest House, Oslo, Rabu sore (26/5) waktu setempat.

Dari dokumen LoI tersebut, disebutkan kerjasama akan memiliki tiga tahapan yaitu tahap pertama dimulai tahun ini, tahap kedua dimulai pada Januari 2011 sampai 2014 selama tiga tahun, dan tahap ketiga pasca 2014.

Kegiatan yang dilakukan selama tahap pertama yaitu konsultasi dan penyusunan strategi nasional REDD+, pembentukan lembaga REDD+ langsung yang keberadaannya langsung dibawah Presiden RI.

Selain itu juga dilakukan pembentukan lembaga MRV (monitoring, reporting and verification) yang independen dan dipercaya, pemilihan instrumen pendanaan dan pemilihan propinsi uji coba.

Sedangkan tahap kedua meliputi operasionalisasi instrumen pendanaan, peluncuran program uji coba propinsi REDD+ yang pertama, dan penghentian pengeluaran ijin baru konversi hutan alam dan gambut selama dua tahun.

Selain itu juga dilakukan pembuatan database lahan hutan yang rusak atau terdegradasi, ujicoba propinsi kedua REDD+ dan pelaksanaan MRV untuk tier kedua.

Tahap ketiga yaitu pelaksanaan lanjutan strategi dan program REDD+ di tingkat nasional, pemantauan, pengkajian dan verifikasi program REDD+ oleh lembaga MRV yang independen, serta laporan ke UNFCCC mengenai emisi dari lahan hutan dan gambut yang telah dilakukan.

Sedangkan pihak Norwegia akan mengucurkan dana sebanyak 200 juta dolar AS untuk tahap satu dan tahap kedua, serta 800 juta dolar AS untuk tahap ketiga.

Hal tersebut disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers di Oslo, Norwegia beberapa jam sebelum kembali ke Tanah Air.

Tahapan pelaksanaan kerjasama Norwegia dan Indonesia telah disebutkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika dalam perjalanan pulang dari Oslo sebagai sembilan langkah.

Sembilan langkah yang akan segera dilaksanakan, menurut Presiden, yang pertama adalah membentuk sebuah badan seperti Badan Rekosntruksi dan Rehabilitasi (BRR) Aceh yang memiliki kredibilitas dan transparan.

"Yang kedua, pembentukan institusi dan sistem `MRV` yang kredibel dan diakui internasional, " tegas Presiden.

Hal yang ketiga, adalah dilakukannya penyusunan rencana aksi nasional (RAN) 2010-2011 dan yang keempat segera menerapkan moratorium izin pengusahaan hutan baru yang akan berlaku selama dua tahun.

"Yang kelima, pengiriman tim ke Brazil harus agak awal sehingga bisa dipastikan sistem kita tepat atau lebih baik. Keenam, komunikasi dengan dunia usaha dan ketujuh sinergi atau konsultasi pusat dan daerah," kata Kepala Negara.

Dua langkah terakhir yang akan dilakukan pemerintah adalah konsultasi dengan lembaga adat tentang masalah ini dan menetapkan lembaga keuangan yang akan mengurus pendanaan.

Presiden juga mengimbau semua pihak di dalam negeri mendukung kerja sama yang ditandatangani Rabu (26/5) lalu di Oslo dengan tujuan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Presiden mencatat ada 10 hal yang dapat menganggu kerja sama antara kedua negara tersebut.

"Hal yang pertama, pengorganisasian yang tidak tepat, kedua, tidak dilibatkannya seluruh pemangku kepentingan dan adanya rencana aksi yang tidak `workable`," kata Presiden.

Selain itu, implementasi yang tidak menyeluruh, pendanaan yang tidak memadai, kurang dan tidak tepat waktu sesuai rencana dan sistem "MRV" yang tidak kredible dan efektif.

"Juga bila masyarakat lokal merasa tidak dapat apa-apa dari kerja sama ini, kepemimpinan terutama yang berada di garis depan, camat, bupati lemah dan manakala pemberitaan pers dan pernyataan LSM yang negatif akibat kurang sinergi," kata Presiden.

Dan yang terakhir, menurut Kepala Negara, bila pengawasan termasuk "reward" dan "punishment" tidak berjalan.

"Maka tugas dan kewajiban kita mencegah jangan sampai itu terjadi. Kalau memang muncul faktor-faktor yang bisa menggagalkan kerjasama ini harus segera atasi," katanya.

Tim ke Brazil
Pemerintah Indonesia akan mengirimkan tim ke Brazil untuk melihat secara langsung pelaksanaan program kerjasama konservasi hutan melalui mekanisme REDD+ di negara itu.

"Indonesia akan mengirimkan tim ke Brazil sebagai perbandingan, tentang pelaksanaan program (REDD+) itu di Brazil," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Government Guest House Norwegia, Oslo, Rabu sore waktu setempat setelah menyaksikan penandatanganan kesepakatan (LoI) Indonesia-Norwegia.

Indonesia, lanjut dia, terutama akan melihat bagaimana mekanisme pengawasan atau pengukuran efektivitas program itu.

"Sehingga Norwegia akan sama, dalam pelaksanaan program itu baik dengan Indonesia atau Brazil," katanya.

Pemerintah Indonesia segera menindaklanjuti kesepakatan kerjasama dengan pemerintah Norwegia di bidang kehutanan dengan menyiapkan sembilan langkah aksi.

Sedangkan Menteri Kehutanan Zulkifli Hassan mengatakan dana bantuan dari Norwegia tersebut akan dikelola oleh lembaga khusus yang kredibel.

"Yang sedang dibicarakan adalah soal lembaga. Institusinya gimana, kita mengusulkan agar nanti multinational trust fund yang dipimpin oleh Pak Kuntoro (Kuntoro Mangkusubroto) Ketua UKP4. Nanti lembaga itu yang mengatur karena dananya masuk ke situ," kata Zulkifli.

Ia menjelaskan, komitmen dana bantuan merupakan salah satu bagian dari Letter of Intent (LOI) antara pemerintah Indonesia dan Norwegia.

"Saya sebagai Menhut mengharapkan seperti itu, lebih mudah. Anggotanya bisa perwakilan RI, World Bank atau macam-macam, terserah yang jelas bisa dibicarakan. Dia (lembaga trust fund) menangani salah satunya dana dari Norwegia," katanya.

Menhut menjelaskan kerjasama antara RI dan Norwegia tersebut merupakan langkah maju karena pembahasan mengenai pelestarian hutan dengan kompensasi dana sudah tercakup dalam pembicaraan di Copenhagen namun implementasinya minim.

"Karena yang Copenhagen kan belum jelas `legal binding`-nya maka kita lakukan secara bilateral. Nanti ada juga dengan negara-negara lain. Akan dicoba dengan Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat dan Jerman," tuturnya.

Zulkifli menjelaskan dalam kerjasama dengan Norwegia dana yang tersedia sekitar satu miliar dolar AS. Dana tersebut merupakan bagian dari komitmen negara-negara maju sebesar empat miliar dolar AS hingga lima dolar AS bagi program REDD+.

Indonesia, menurut dia, mengajukan sejumlah daerah untuk program tersebut khususnya kerjasama dengan Norwegia antara lain Riau, Jambi dan Papua.

"Kalau di Riau 700 ribu hektare kawasan hutan, di Jambi 100 ribu hektare, di Papua lebih luas lagi," kata Zulkifli.

Semoga pelaksanaan REDD+ memang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat, terutama masyarakat lokal dan masyarakat adat yang hidupnya berada di sekitar hutan dan bergantung pada hutan itu.(N006/A025)

Oleh Nur R Fajar
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010