Jam menunjukkan sekitar pukul 13.00 Wita. Tapi Vion Keraf tak tampak lelah meskipun baru selesai naik turun bukit di saat terik.

Pemuda yang baru berusia 20 tahun itu baru saja mengantar wisatawan menyusuri tempat satwa purba komodo di Pulau Rinca, Kecamatan Labuna Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Jumat (21/5).

"Saya sudah biasa mengantar wisatawan berjalan kaki, bahkan dalam satu rombongan bisa lebih dari dua jam," katanya mengawali cerita.

Ia bersemangat menjelaskan perilaku komodo yang menurutnya tergolong hewan paling "bodoh" karena tidak pernah bisa dididik untuk jinak, sebagaimana satwa lainnya.

Meskipun seseorang sudah bertahun-tahun bergaul dengan kadal raksasa itu, keselamatannya selalu saja terancam. Komodo tak segan untuk menggigit dan meracuni dengan liurnya yang berbahaya itu.

Vion pernah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri, saat sang komodo menggigit korbannya. "Sedikitnya tiga kali, dengan tanggal yang sama, yakni tanggal 22," ujarnya.

Kejadian pertama pada 22 Februari 2008 yang menimpa Linus, seorang pemandu wisata. Kejadian kedua pada 22 Februari 2009 menimpa Main, seorang anggota polisi hutan dan pada 22 Mei 2010, Agustinus Jenaru (20), seorang pekerja bangunan di kawasan itu.

"Yang saya ingat betul adalah peristiwa pada 2009. Saat itu Main sedang mencatat sesuatu di barak atau kantor sekitar pukul 09.00 Wita. Tiba-tiba seekor komodo sudah berada di ruangan kantor yang berbentuk panggung," kata Vion.

Meskipun sudah berusaha mengusir kadal raksasa itu, Main tak berhasil. Dengan cepat komodo itu menggigit kaki Main. Korban berusaha menyelamatkan diri dengan memegang leher komodo. Gigitan berhasil dilepas, namun hewan pemakan daging itu justru mengigit tangan korban. Komodo melepaskan gigitan setelah Main berteriak yang mengundang kegaduhan teman-teman korban yang datang ke tempat kejadian.

Peristiwa-peristiwa semacam itu selalu mengintai orang yang bekerja di kawasan konservasi tersebut. Agar korban cepat tertangani dan harus dibawa ke Kota Labuan Bajo yang satu-satunya jalan hanya ditempuh lewat laut, dibutuhkan alat komunikasi cepat.

Dari Pulau Rinca ke Labuan Bajo dibutuhkan perjalanan 2,5 jam, sedangkan dari Pulau Komodo ditempuh empat jam.

Vion menyadari bahwa masalah gigitan komodo itu hanya satu dari sekian persoalan yang terasa dari terhambatnya komunikasi jarak jauh di Pulau Rinca dan Pulau Komodo yang merupakan tujuan wisata internasional.

Fakta lain menunjukkan bahwa bahwa para petugas Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) maupun pekerja yang berada di Pulau Rinca dan Pulau Komodo membutuhkan fasilitas komunikasi untuk bisa berbicara dengan keluarganya di pulau lain.

Namun, sampai saat ini, di tujuan wisata yang sedang diperjuangkan menjadi bagian dari tujuh keajabaiban dunia itu belum ada sinyal seluler.

Vion yang biasanya bertugas 10 hari di Pulau Rinca dan 10 hari libur di Labuan Bajo dan pekerja lainnya, punya cara tersendiri menyiasati keadaan, meskipun harus keluar biaya tambahan di luar pulsa.

Mereka menyewa perahu untuk menuju Pulau Kambing yang disebutnya berada di depan Pulau Rinca. Dengan perahu mesin, pulau itu bisa ditempuh antara 15 hingga 20 menit.

"Kami harus mengeluarkan uang Rp15 ribu hingga Rp25 ribu untuk bisa menemukan sinyal seluler di Pulau Kambing. Kalau kebetulan ada kawan yang mau telepon juga, bisa bersama-sama, sehingga uang sewa perahu bisa lebih ringan," kata pemakai kartu Simpati dan As itu.

Selain Vion, Aminullah, kapten KM Marannu yang biasa mengantar wisatawan dari Labuna Bajo ke Rinca dan Pulau Komodo juga merasakan betapa pentingnya sinyal seluler di pulau-pulau yang menjadi sarang komodo itu.

"Kalau ada kapal macet atau mungkin kecelakaan, kami sulit untuk mencari bantuan. Pernah kapal saya macet, terpaksa menunggu kapal lain yang lewat untuk meminta bantuan. Kalau ada sinyal HP, kan bisa langsung telepon ke teman-teman lain," katanya.

Bupati Manggarai Barat, NTT, W Fidelis Pranda saat bertemu dengan VP Telkosel Area III Jawa Bali Gilang Prasetya di Labuan Bajo, Sabtu (22/5) mengakui bahwa sinyal seluler di kawasan wisata habitat komodo sampai saat ini tidak ada.

"Pulau Rinca maupun di Kampung Komodo sangat membutuhkan adanya sinyal seluler. Selain untuk kepentingan kenyamanan bagi wisatawan, sinyal seluler juga untuk kepentingan masyarakat di wilayah itu dan pulau-pulau di sekitarnya," katanya.

Ia bercerita, suatu ketika ada kecelakaan lima wisatawan yang tenggelam saat melakukan penyelaman beberapa waktu lalu. Peristiwa itu, tidak bisa langsung dikomunikasikan ke kota Labuan Bajo karena tidak adanya sinyal seluler.

"Ini kan berbahaya karena upaya pertolongan terganggu oleh kelemahan komunikasi. Kalau ada sinyal HP, maka peristiwa itu cepat bisa dikomunikasikan sehingga bantuan bisa cepat datang," katanya.

Dia juga mengakui bahwa masyarakatnya yang tersebar di sejumlah kepulauan di sekitar kawasan wisata sangat membutuhkan komunikasi lewat jaringan telepon tanpa kabel itu bisa lancar.

Menurut bupati, fasilitas telekomunikasi merupakan salah satu hambatan pembangunan di wilayahnya.

"Kami sangat menyambut baik dan berkomitmen mendukung tersedianya infrastruktur Telkomsel di wilayah kami. Ketersediaan sinyal telekomunikasi di seluruh wilayah Manggarai Barat dengan gugusan kepulauan di sekitarnya yang masih minim sangat mempersulit penyebaran informasi dan promosi potensi daerah kami ke luar," katanya.

Padahal, menurut dia, dari sisi kemampuan membeli perangkat telekomunikasi dan menggunakan layanannya, masyarakat Manggarai Barat sudah sangat siap.

Ia menegaskan bahwa keinginan Telkomsel yang berniat mendirikan menara radio pemancar (BTS) kecil di kawasan wisata yang berada di wilayah BTNK itu sangat baik. Apalagi keberadaan BTS mini tersebut tidak akan mengganggu kawasan konservasi itu.

"Mengenai rencana pendirian BTS kecil itu, saya akan koordinasikan dengan berbagai pihak, asalkan keberadaan dan pengerjaannya tidak mengganggu konservasi di kawasan itu. Kalau masalah tanah, saya kira tidak ada masalah karena masyarakat pasti akan kasih tanah untuk tempat tower itu," katanya.

Gilang Prasetya yang didampingi GM Telkomsel GM Sales & Customer Services Telkomsel Bali Nusra Syaiful Bachri mengatakan bahwa pihaknya berniat mendirikan semacam tower kecil di kawasan wisata komodo.

Keberadaan tower kecil tersebut diyakini tidak akan mengganggu konservasi di kawasan itu karena operasionalnya bisa menggunakan mesin diesel dan tingginya tidak sampai puluhan meter seperti BTS biasa.

"Dengan adanya BTS kecil itu, maka bisa melayani sekitar 500 pengguna ponsel dengan radius jangkauan sampai 200 meter. Pembangunan ini sangat cepat dan tidak rumit. Kami mohon bantuan bupati untuk bisa merealisasikan ini," katanya.

Ia menceritakan bahwa beberapa tahun lalu, Telkomsel berencana mendirikan BTS di kawasan Taman Nasional Komodo, namun keinginan itu ditolak oleh BTNK karena dikhawatirkan mengganggu upaya konservasi.

Menurut dia, perangkat BTS Pico via VSAT-IP seperti yang digunakan dalam KBU USO dalam inisiatif Telomsel lewat program "Merah Putih" (MEnembus daeRAH Pedesaan, indUstri TerpencIl dan baHari), akan sangat tepat bila diimplementasikan juga di TNK.

Program Merah Putih, menurutnya, merupakan wujud nyata Telkomsel yang terus berupaya meningkatkan layanan hingga pelosok, dengan tidak selalu melihat dari sisi bisnis semata.

"Kami ingin seluruh wilayah yang terisolir dapat terhubung melalui layanan serta jaringan telekomunikasi seluler," ujar Gilang.

Oleh karena itu upaya memperluas dan meningkatkan daya jangkau jaringan seluler tersebut diharapkan mampu mendukung keinginan menjadikan kawasan wisata BTNK menjadi salah satu dari tujuh keajaiban dunia.

Corporate Communications Telkomsel Regional Bali Nusra Hari Purwanto menambahkan bahwa keberadaan sinyal di habitat komodo itu tentunya akan mendukung kampanye satwa tersebut tetap masuk dalam tujuh keajaiban dunia.

"Dengan sinyal, pengunjung juga bisa berinternet. Jadi tidak menutup kemungkinan para wisatawan yang berkunjung ke sana dapat langsung melakukan pilihan pada komodo," katanya.

Begitu juga dengan dukungan kegiatan lain dan segala jenis promosi untuk menggairahkan lagi semangat agar masyarakat, khususnya pelanggan Telkomsel untuk memilih komodo agar masuk dalam tujuh keajaiban dunia.

Meskipun, rencana perluasan sinyal di kawasan BTNK itu harus tetap memperhatikan masalah konservasi. Karena, ada kekhawatiran adanya sinyal di sarang komodo itu dimanfaatkan oleh para pemburu satwa komodo.

BTNK sempat terganggu oleh aksi pemburu dari luar Manggarai Barat. Namun dalam beberapa tahun belakangan, aksi pemburu itu sudah tidak ada lagi. Aksi perburuan itu menjadi masalah karena mengkhawatirkan punahnya satwa yang menjadi makanan komodo.

Kekhawatiran muncul, jika di habitat komodo ada sinyal seluler, hal itu akan dimanfaatkan oleh pemburu untuk melakukan aksinya. Misalnya seorang pemburu menyamar menjadi wisatawan, memberikan informasi kepada kawanannya lewat telepon seluler.

"Itu memang menjadi kekhawatiran, namun menurut saya bisa diatasi dengan melibatkan seluruh nelayan yang melaut di sekitar pulau habitat komodo ini untuk ikut memantau," kata Vion Keraf ketika ditanya masalah tersebut.

Kekhawatiran tersebut harus diantisipasi oleh pemerintah daerah setempat, termasuk aparat kepolisian agar kelestarian satwa komodo dan kunjungan wisatawan asing tidak terganggu. Telkomsel juga bisa mengambil peran "pengamanan" ini sesuai bidang usahanya.

Komitmen Pelayanan

Gencarnya Telkomsel memperluas jaringan ke daerah-daerah terpencil, menurut GM Sales & Customer Services Telkomsel Bali Nusra Syaiful Bachri, bukan sekedar mengejar keuntungan, namun juga karena komitmen memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Karena itu, pihaknya juga berupaya untuk mengembangkan layanan ke kantong-kantong yang penduduknya banyak menjadi tenaga kerja di luar negeri di sejumlah kabupaten di Pulau Flores. Ia menyadari bahwa biaya investasi untuk itu tergolong sangat besar.

"Tapi kami tidak hanya berpikir tentang keuntungan. Kami ini juga ikut peduli untuk memberikan layanan kepada masyarakat dalam bidang komunikasi. Kami juga punya nasionalisme untuk membantu perkembangan pembangunan di pelosok sekalipun," ujar lelaki yang akrab dipanggil Ari ini.

Apalagi, katanya, keberadaan seluler di wilayah-wilayah terpencil, telah ikut menghidupkan denyut ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

"Ada sejumlah pemilik oulet di Labuan Bajo yang bercerita bahwa dari keuntungan itu mereka bisa membeli kapal motor yang harganya puluhan juta. Mereka juga bisa membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat," katanya.

Berbagai upaya yang dilakukan oleh Telkomsel Bali Nusra ini diharapkan semakin mengukuhkan sejumlah prestasi perusahaan di bawah BUMN PT Telkom ini secara nasional.

Secara nasional, Telkomsel yang pada 2009 mencatat pertumbuhan 17 juta pelanggan tiap bulan itu telah meraih sejumlah prestasi. Pada 2010 ini ditargetkan pertumbuhan 18 juta pelanggan setiap bulan sehingga nantinya, melayani 100 juta nomor seluler.

Prestasi-prestasi selama 2009 itu antara lain mendapatkan "Top Brand Award" untuk kedua produk SIM card-nya, yakni simPATI (prabayar) dan kartuHALO (pascabayar) sebagai kartu seluler pilihan utama masyarakat Indonesia. Ini merupakan penghargaan ke-11 berturut-turut.

Telkomsel juga kembali menerima penghargaan kualitas pelayanan tertinggi setelah selama dua tahun berturut-turut mempertahankan prestasi pada ajang "Service Quality Award" tersebut.

Penghargaan itu diberika karena operator ini dipercaya oleh jutaan pelanggan dan relatif mampu memenuhi lima kriteria kebutuhan pokok pelanggan yakni jaringan luas, kualitas jaringan yang handal, inovasi produk dan layanan, kenyamanan pelayanan purna jual dan tarif yang semakin terjangkau.

Selain itu juga pengakuan dari Indonesian Best Brand Award (IBBA) 2009 untuk kategori SIM card kartu Halo dan simPATI, yakni sebagai kartu seluler pilihan utama selama tujuh tahun berturut-turut sejak 2003.

Prestasi lainnya adalah, Telkomsel kembali mempertahankan posisi puncak sebagai perusahaan yang memberikan tingkat kepuasan pelanggan tertinggi, dengan meraih tiga penghargaan Indonesian "Customer Satisfaction Award" (ICSA) 2009.

Operator seluler perintis ini, pada 2009 sekaligus mengukuhkan dua produknya, yaitu kartu prabayar simPATI dan kartuHALO (pascabayar) sebagai kartu pilihan utama selama 10 tahun berturut-turut.
(M026/B010)

Oleh Oleh Masuki M. Astro
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010