Ketika berselisih dan tak menemukan jalan tengah, tak sedikit yang berujung terjadinya bentrokan, bahkan tindak kekerasan fisik.
Samarinda (ANTARA) - Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti meminta kepada pemerintah selaku mediator dalam perselisihan hubungan industrial (PHI) untuk menggencarkan sosialisasi yang berkaitan dengan hak-hak pekerja saat terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pasalnya, mantan Ketua Umum PSSI ini menilai masih banyak pekerja yang belum memahami aturan PHI.

"Ketika berselisih dan tak menemukan jalan tengah, tak sedikit yang berujung terjadinya bentrokan, bahkan tindak kekerasan fisik," kata LaNyalla di sela makan malam bersama sejumlah Senator dan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi di salah satu resto di Samarinda, Senin (5/4).

La Nyalla menyebutkan berdasarkan informasi yang diterimanya di Bontang, Kalimantan Timur, dalam kurun waktu 2019 hingga Maret 2021 terdapat 54 kasus aduan dari pekerja yang didominasi aduan berupa PHK.

Baca juga: Sudin Nakertrans Jakpus diminta percepat penanganan korban PHK EKONID

Selain itu, lanjut wakil rakyat asal Daerah Pemilihan Jawa Timur, terjadi jumlah uang pesangon yang diterima pekerja tak sesuai dengan ketentuan dan dugaan pelanggaran perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang dilakukan perusahaan.

La Nyallla menilai PHK merupakan persoalan klasik di dunia kerja dan memang tak dapat dihindari oleh perusahaan dengan kondisi tertentu.

"Permasalahan itu berupa perselisihan dalam hubungan industrial, berupa konflik antara pengusaha dan pekerja. Di sinilah saya menilai peran penting pemerintah sebagai mediator," kata alumnus Universitas Brawijaya Malang tersebut.

LaNyalla menegaskan bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

"Praktik di lapangan masih banyak pekerja yang tak memahami aturan ini. Maka, di sinilah peran penting pemerintah untuk melakukan sosialisasi terhadap aturan tersebut kepada pekerja," ujarnya.

Sebagaimana data Disnaker Bontang, mulai 2019 sampai Maret 2021, ada 54 kasus aduan dari pekerja di Kota Bontang. Dari 2019 sampai 2020 mengalami peningkatan, sedangkan pada tahun 2020—2021 tidak berubah alias konstan.

Baca juga: Gubernur Kepri: "Safe travel bubble" hindari PHK di sektor pariwisata

Pada tahun 2019 Disnaker Bontang telah menangani 28 kasus perselisihan. Sebanyak 19 kasus di antaranya dapat terselesaikan dengan kesepakatan perjanjian bersama (PB).

Setahun berikutnya, 2020, Disnaker Bontang sudah menangani 26 kasus, dan terbanyak adalah PHK.

Pada tahun 2021, Disnaker Bontang menangani 6 kasus, terhitung Januari hingga Maret 2021. Di antaranya, sudah bisa diatasi dan ada pula masih penanganan.

Pewarta: Arumanto
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021