Nanti kami mencetak mereka menjadi perempuan-perempuan pelopor perdamaian sehingga mereka menjadi garda terdepan kita untuk memastikan pencegahan di tingkat masyarakat
Jakarta (ANTARA) - Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Dalam Rumah Tangga dan Rentan Kementerian PPPA Valentina Gintings mengatakan bahwa para perempuan yang menjadi pelaku aksi teror diduga telah memiliki pemahaman ekstremisme dalam pola pikirnya.

Mereka kemudian didoktrin paham radikal dalam waktu singkat oleh perekrut teror sehingga para perempuan ini akhirnya bersedia menjadi pelaku teror.

"Jadi mereka sudah punya paham ekstrem (pola pikir, red.) sehingga dalam jangka waktu dua jam itu memang bisa dipengaruhi. Karena keterpaparan korban yang akan direkrut ini, cara berpikirnya sudah radikal, lalu diberikan (doktrin, red.) sedikit (dalam waktu singkat, red.) saja pasti cepat masuk paham terorisme," katanya dalam seminar daring bertajuk "Perlindungan Perempuan Dari Paham Terorisme dan Ekstrimisme" yang dipantau di Jakarta, Rabu.

Pihaknya bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan memetakan daerah-daerah di Tanah Air yang warga perempuan rentan direkrut menjadi pelaku terorisme. Langkah tersebut merupakan bagian dari rencana Kemen PPPA mencegah perempuan menjadi pelaku teror.

Nantinya, warga perempuan di daerah yang rentan tersebut diberikan pelatihan dan pengarahan untuk mencegah mereka terpapar paham radikal.

Dalam hal ini, Kemen PPPA akan melakukan pendekatan melalui kelompok-kelompok kerja (pokja) yang telah terbentuk di tingkat desa, kelurahan, hingga provinsi yakni melalui Pokja Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga).

"Kami sudah punya kelompok-kelompok masyarakat dari tingkat paling rendah, seperti PATBM, Puspaga. Nanti kami mencetak mereka menjadi perempuan-perempuan pelopor perdamaian sehingga mereka menjadi garda terdepan kita untuk memastikan pencegahan di tingkat masyarakat," kata dia.

Baca juga: KBPP Polri serukan gotong royong hadapi radikalisme terorisme

Dalam dua peristiwa teror yang terjadi pada dua pekan terakhir, tercatat perempuan terlibat sebagai pelaku teror.

Teror bom bunuh diri dilakukan dua terduga teroris di Katedral Hati Yesus Yang Maha Kudus di Jalan Kajaolalido, Kelurahan Baru, Makassar, Sulawesi Selatan pada Minggu (28/3) pagi.

Pelaku adalah pasangan suami istri yang baru menikah sekitar enam bulan lalu, meledakkan bom yang mereka bawa sehingga mereka tewas di tempat kejadian. Pelaku pria berinisial L dan perempuan YSF atau D. Keduanya tergabung dalam kelompok kajian di Vila Mutiara Makassar, merupakan anggota kelompok teroris Jamaah Ansharut Daulah yang berafiliasi dengan ISIS.

Tiga hari kemudian, yakni pada Rabu (31/3), Mabes Polri dikejutkan dengan penyusupan terduga teroris perempuan berinisial ZA ke Kompleks Mabes Polri. Terduga teroris tersebut sempat menodongkan senjata api kepada aparat yang sedang bertugas di sekitar gerbang Mabes Polri.

Tidak menunggu lama, ZA langsung dilumpuhkan dengan timah panas oleh petugas, karena dinilai telah mengancam keselamatan.

Baca juga: Direktur AMAN: Perspektif gender perlu dalam penanganan terorisme
Baca juga: Fatayat: kaum perempuan harus ikut perangi teroris

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2021