Magelang (ANTARA News) - Museum "Haji Widayat" di Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, sekitar dua kilometer sebelah timur Candi Borobudur, tutup sejak beberapa waktu lalu diduga karena pengelolaan yang kurang baik oleh manajemen keluarga almarhum pelukis Widayat.

"Akhir-akhir ini koleksi museum berkurang, saya tidak tahu apa terjadi penggelapan atau pencurian, sekarang beberapa karya almarhum ada di luar museum," kata salah seorang komisaris PT Haji Widayat yang menaungi Museum "Haji Widayat", Fajar Purnomo Sidi, di Magelang, Rabu.

Museum berlantai dua di atas lahan sekitar 7.500 meter persegi itu diresmikan pada 2004, menyimpan berbagai karya seni rupa terutama lukisan almarhum Widayat. Widayat meninggal dunia pada 20 Juni 2002 berusia 83 tahun dan dikebumikan di Makam Seniman Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pimpinan pengelolaan museum selanjutnya secara bergilir oleh anak-anak Widayat. Widayat yang pernah mengajar di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta itu memiliki 11 anak berasal dari dua isteri yakni Soemarni dan Soemini.

Fajar yang akrab dipanggil Pungki pernah menjabat sebagai direktur museum itu periode 2000-2005 sedangkan direktur periode 2008-2013 adalah salah seorang saudara kandungnya, Wicaksono Adi.

Beberapa waktu lalu Pungki mengetahui bahwa sekitar 10 lukisan Widayat berada di katalog karya seni salah satu balai lelang. Sejak 2005 hingga saat ini dirinya tidak lagi berada di museum itu.

Berdasarkan akta notaris Mohammad Firdaus Ibnu Pamungkas Nomor 16 tertanggal 17 Mei 2004 tentang pernyataan harta warisan Widayat, katanya, antara lain tercatat 1001 karya Widayat dan 533 karya "non-Widayat" berada di museum seni rupa itu, sedangkan akta notaris Nomor 17 tertanggal 17 Mei 2004 tentang kesepakatan keluarga bahwa karya-karya tersebut tidak diperjualbelikan atau untuk diabadikan.

Ia mengatakan, almarhum Widayat meninggalkan sebanyak 2.751 karya terutama lukisan yang telah dibagikan kepada anak-anaknya.

"Saya tidak tahu persis total harga seluruh lukisan, tetapi memang sebenarnya lukisan tidak bisa dinilai dengan uang, dan saya kira itu cukup untuk anak-anaknya," katanya.

Widayat, katanya, juga menghasilkan karya lain seperti patung, keramik, dan terakota yang disimpan di museum itu. Museum itu juga menyimpan lukisan, patung, dan barang antik berasal dari seniman lainnya seperti Sujoyono, Sobrat, Yunisar, Nasirun, Sunaryo, dan Edi Sunarso.

Dewan kurator museum yang terdiri atas Oei Hong Djien, Kwee En Cong, Hermanu, Suwarno Wisetrotomo, dan Dwi Maryanto, katanya, mengundurkan diri pada 2008 antara lain karena tidak dilibatkan dalam pengelolaan koleksi Widayat oleh pengurus baru museum dan relatif banyak karya terjual tanpa pembicaraan terlebih dahulu dengan mereka.

Ia mengaku, sejak 2005 tidak diajak rapat untuk membicarakan pengelolaan museum itu.

Belum lama ini, katanya, dirinya mendapat informasi bahwa museum itu akan dijual karena pengurus saat ini kesulitan keuangan untuk pengelolaannya. Sejak 8 Juni 2001 museum itu tutup. Kompleks itu antara lain terdiri atas museum penyimpan karya almarhum Widayat, Galeri Hj. Soewarni dan Artshop Hj Soemini.

"Sebagian besar karyawan yang sebanyak 14 orang telah dirumahkan, mungkin sekarang tinggal dua orang yang masih bekerja," katanya.(*)
(U.M029/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010