Kupang (ANTARA News)  - Anggota DPD asal Nusa Tenggara Timur Sarah Lery Mboeik mengatakan, negara belum memenuhi hak-hak dasar bagi warga eks pengungsi Timor Timur yang ada di Timor bagian barat Nusa Tenggara Timur.

"Akibat hak-hak dasar yang belum terpenuhi inilah yang kemudian menjadi faktor pemicu bagi warga eks pengungsi Timtim yang masih menetap dikamp-kamp untuk meminta suaka politik ke negara lain," katanya di Kupang, Kamis.

Sarah mengemukakan hal ini setelah bersama anggota DPD lainnya Emanuel Babu Eha kembali dari melakukan kunjungan ke wilayah perbatasan NTT dengan Timor Leste dan meninjau sejumlah kamp eks pengungsi di Kabupaten Belu.

"Kami merekam banyak fakta yang berkaitan dengan pemenuhan hak-hak dasar eks pengungsi. Akses ke pendidikan yang sulit, kehidupan ekonomi merana dan derajat kesehatan rendah, berpengaruh terhadap kondisi psikologis mereka," katanya mencontohkan.

Dalam kondisi psikologis sedang tertekan, kata dia, warga eks pengungsi mudah terpengaruh, termasuk muncul keinginan untuk mencari suaka atau perlindungan ke negara lain.

Padahal, kata Sarah, warga eks pengungsi Timtim ke Timor bagian barat NTT menyusul jajak pendapat yang dimenangkan kelompok pro kemerdekaan pada September 1999, karena ada kesamaaan ideologi dan kesetiaan kepada Merah Putih.

"Namun, hak-hak dasar untuk mendapat kehidupan ekonomi yang layak, memperoleh pelayanan kesehatan yang memadai dan akses pendidikan yang mudah dan murah dari negara, belum diperoleh selama lebih dari 10 tahun berada di NTT," ujarnya.

Dia mengatakan, kemiskian dan kemelaratan secara kasat mata bisa dilihat di kamp-kamp eks pengungsi yang ada di wilayah Kabupaten Belu.

"Jika kondisi ini tetap bertahan, saya yakin NTT akan sulit mencapai Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)," katanya.

Delapan agenda MDGs, menurut dia, bersentuhan dengan kehidupan eks pengungsi yang memrihatinkan.

Agenda pertama penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, masih jauh dari harapan, demikian juga halnya dengan pemenuhan hak untuk mendapatkan pendidikan dasar, kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Selain itu, masih sulit pula untuk menurunkan angka kematian anak, meningkatkan keselamatan ibu melahirkan, menghentikan dan mengurangi kasus penyakit menular, melestarikan lingkungan dan kemitraan global untuk pembangunan.

Secara terpisah, sekelompok eks pengungsi Timtim di Kamp Tuapukan, sekitar 20 km arah timur Kota Kupang, hingga kini masih bertahan di kamp darurat.

Salah seorang koordinator eks pengungsi Marcelino Lopez mengaku, untuk bertahan hidup mereka menjadi buruh tani dengan penghasilan rendah, sehingga tidak mampu membiayai pendidikan, kesehatan, apalagi membeli tanah untuk bangun rumah dan lahan pertanian.

"Untuk makan minum saja kami susah, apalagi biaya sekolah anak, berobat ke puskesmas dan beli tanah agar bisa mendapat bantuan bahan bangunan rumah dari pemerintah," kata Marcelino Lopez.(K006/L003)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010