Jakarta (ANTARA News) - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)  mendorong Majelis Ulama (MUI) sebagai kekuatan moral segera mengeluarkan fatwa haram rokok untuk melindungi anak-anak dan remaja.

"Komnas Anak mendorong MUI secara khusus mengharamkan pihak-pihak yang melakukan penjualan rokok pada anak, termasuk iklan dan promosinya," kata Koordinator Tim Litigasi Muhammad Joni kepada wartawan di Jakarta, Rabu.

Di tengah kencang dan agresifnya iklan rokok, cukai yang terlalu minim, roadmap industri rokok yang progresif, fatwa MUI, lanjut dia, diharapkan mampu melindungi posisi lemah anak dan remaja dalam relasinya dengan industri rokok.

Data Global Youth Tobacco Survey 2006, ujarnya, terbukti 24,5 persen anak laki-laki dan 2,3 persen anak perempuan usia 13-15 tahun di Indonesia adalah perokok, di mana 3,2 persen dari jumlah itu dalam kondisi ketagihan.

Data Susenas juga menyebut prevalensi perokok kelompok umur 15-19 tahun  pada 2001 sebesar 12,7 persen meningkat menjadi 17,3 persen pada 2004.

Selain itu juga terjadi penurunan usia perkenalan terhadap rokok ke usia semakin muda yakni pada kelompok umur 15-19 tahun pada 2001 mulai merokok pada umur 15,4 tahun, namun pada 2004 usia merokok turun jadi 15,0 tahun.

Rokok dan tembakau, urainya, menjadi epidemi global yang mengakibatkan satu orang meninggal dunia setiap enam detik dan menjadi penyebab utama tujuh dari delapan penyebab kematian terbesar di dunia.

"Tercatat tak kurang dari 4.000 jenis zat kimia yang terkandung dalam sebatang rokok, 69 di antaranya bersifat karsinogenik dan adiktif," kata Ketua Umum Komnas PA Seto Mulyadi.

Rokok, ujarnya penyebab 90 persen kanker paru pada laki-laki, 70 persen pada perempuan, penyebab 22 persen penyakit jantung dan pembuluh darah, dan menyebabkan kanker mulut sampai kanker kandung kemih, pembuluh darah otak,
bronkitis, asma dan penyakit pernafasan lainnya.

Seto menyesalkan, anak-anak dan remaja merupakan sasaran yang digarap industri rokok untuk mendapatkan pasar baru, sehingga perlu tindakan semua pihak untuk menentang hal ini.

"Jadikan anak sebagai pertimbangan paling puncak dalam setiap kebijakan, janganlah anak-anak dikorbankan hanya untuk meraih keuntungan baik dari industri rokok maupun pemerintah yang mendapatkan cukainya," katanya. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009