Yogyakarta (ANTARA News) - Persyarikatan perempuan Muhammadiyah, Aisyiyah, menilai pemerintah masih belum memberi perhatian maksimal terhadap kesehatan reproduksi sehingga angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi.

"Kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesehatan reproduksi tercermin dari terbatasnya alokasi anggaran untuk menunjang peningkatan kesehatan reproduksi perempuan," kata fasilitator Lembaga Penelitian dan Pengembangan Aisyiyah (LPPA) Tri Hastuti di Yogyakarta, Minggu.

Menurut dia, rata-rata anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah untuk mendukung program kesehatan reproduksi perempuan berkisar antara 0,1 hingga satu persen dari total anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD).

Padahal, lanjut dia, sebagian besar pendapatan asli daerah tersebut bersumber dari retribusi rumah sakit umum daerah (RSUD) dan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) yang menjadi tempat perempuan dan anak-anak berobat.

Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan yang berlaku, besaran anggaran untuk kesehatan adalah lima persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) serta untuk APBD adalah 10 persen di luar gaji, dengan dua per tiganya digunakan untuk pelayanan publik.

Salah satu indikasi dari rendahnya perhatian pemerintah pada kesehatan reproduksi adalah masih tingginya angka kematian ibu di Indonesia, sehingga persoalan tersebut menjadi masalah terberat yang dihadapi pemerintah.

Ia mengatakan angka kematian ibu di Indonesia masih cukup tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia bahkan diperkirakan target Indonesia pada 2015 dalam sasaran pembangunan millenium tentang angka kematian ibu akan sulit tercapai.

Saat ini, angka kematian ibu menurut pemerintah adalah 228 per 100.000 kelahiran hidup, namun menurut penelitian dari sejumlah lembaga sosial masyarakat dari luar negeri, angka kematian ibu di Indonesia masih mencapai 407 per 100.000 kelahiran hidup.

Indonesia telah menetapkan angka kematian ibu berdasarkan sasaran pembangunan millenium pada 2015 sebesar 205 per 100.000 kelahiran hidup.

Sementara itu, Ketua Majelis Kesehatan dan Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Aisyiyah Noorahmah Watik menyatakan, persyarikatan perempuan berencana untuk mengembangkan program desa siaga di seluruh wilayah Aisyiyah.

Saat ini, program desa siaga telah dirintis di lima provinsi, yaitu Banten, Bengkulu, Jawa Timur, Sumatra Selatan, dan Sulawesi Selatan. Di tiap provinsi diambil satu kabupaten dengan tiga desa atau ranting sebagai proyek percontohan, sehingga saat ini telah terdapat 15 model desa siaga.

Program yang dijalankan di desa siaga, antara lain penurunan angka kematian ibu dan bayi, pemberian pendidikan kesehatan reproduksi dan keluarga berencana, pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat, posyandu balita dan lansia, pencegahan penyakit infeksi menular seksual serta penanggulangan HIV/AIDS, tuberculosis (TB), dan malaria.

"Khusus untuk kesehatan reproduksi, Aisyiyah memiliki sasaran utama yaitu remaja, pasangan usia subur dan pencegahan penyakit untuk ibu-ibu hamil," katanya.
(U.E013/H008/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010