Makassar (ANTARA News) - Direktur Lembaga Peduli Sosial Budaya Ekonomi Hukum dan Politik (LP Sibuk), Djusman AR menilai Kejari Makassar tidak konsisten dengan komitmennya yang akan menahan keempat tersangka korupsi di Rumah Tahanan Kelas I Makassar.

"Kejaksaan tidak konsisten dengan komitmennya, padahal pihak kejaksaan pernah berjanji untuk tetap mengawal kasus korupsi itu hingga tuntas," kata Djusman, di Makassar, Minggu.

Keempat tersangka dugaan korupsi pembebasan lahan kampus Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makassar sebesar Rp14,5 miliar yakni, Direktur PIP; ABH, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK); Kas, Camat Biringkanaya, Zul dan Lurah Untia Makassar, Ard.

Tiga tersangka lainnya sudah mendekam dalam balik jeruji besi rutan, sedangkan seorang tersangka lainnya, Zul hingga ketiga rekannya dibebaskan berada dalam perawatan dokter Rumah Sakit Polri (RSP) Bhayangkara Makassar.

Ia menilai jika tindakan kejaksaan sangatlah mengundang tanggapan miring di mata publik dan masyarakat umum. Dimana awalnya, kejaksaaan sangat getol untuk menahan para tersangka seperti Direktur PIP Makassar, ABH dan tiga tersangka lainnya.

Sebelumnya, kejaksaan juga sangat ngotot untuk menahan tersangka, terbukti saat salah satu dari mereka sakit, kejaksaan malah ingin menjemput paksa agar ditahan.

Namun kenyataan malah terbalik, kejaksaan malah membebaskan para tersangka hanya alasan sakit berdasarkan surat keterangan para dokter yang menanganinya.

Kepala Seksi Pidana KHusus (Pidsus) Kejari Makassar, Amir Syarifuddin membantah jika bebasnya para tersangka dari Rutan Kelas 1 Makassar dinilai ada unsur permainan pihak Kejaksaan.

Dibebaskannya para tersangka itu, kata dia, karena mereka betul-betul mengalami sakit sesuai keterangan dokter masing masing.

Selain itu, mereka juga dijamin oleh istri mereka dan 1.287 orang alumni PIP jika para tersangka melarikan diri jika status tahanan mereka menjadi tahanan kota.

"Kami akan tetap memantau dan mengawal kasus ini hingga ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar," ujarnya. (MH/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010