Banda Aceh (ANTARA) - Peci kupiah meukutop (khas Aceh) menjadi incaran masyarakat Aceh dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah, peci itu memperlihatkan nilai-nilai tradisi Aceh.

"Iya peci kupiah meukutop ini ramai yang membeli sejak tiga hari sebelum puasa, dan sampai hari ini," kata salah seorang pedagang peci Mansur, di Banda Aceh, Kamis.

Kata Mansur, untuk kupiah meukutop tersebut dijualnya juga tidak terlalu mahal yakni berkisar antara Rp 45 ribu sampai Rp 50 ribu per peci.

Selain kupiah meukutop, kata Mansur, peci jenis lain yang paling diburu pada momentum Ramadhan ini adalah peci  berwarna hitam, baik polos maupun yang berlogo rencong Aceh.

"Peci kupiah Aceh ini dan peci biasa yang hitam ini paling banyak yang membeli saat-saat puasa," ujarnya.

Masyarakat mulai ramai membeli peci sejak beberapa hari sebelum masuk Ramadhan, dan diperkirakan masih meningkat hingga hari ini atau puasa ketiga.

Bahkan, pendapatan mereka bisa mencapai dua kali lipat ketimbang hari-hari biasanya. Kalau hari normal mereka hanya memperoleh sekitar Rp 1 juta per hari.

"Kalau hari hari biasa paling kami ada laku sekitar Rp 1 juta, tetapi kalau saat Ramadhan ini bisa mencapai Rp 2 juta. Biasanya nanti menjelang hari raya juga meningkat," kata Mansur.

Terpisah, Pemerhati sejarah dan Budaya Aceh Tarmizi A Hamid mengatakan, pada kupiah meukutop tersebut melekat indentitas Aceh, karena itu siapa saja yang memakainya harus menjaga kebudayaan Aceh.

"Sudah melekat identitas Aceh pada peci itu, ketika kita memakainya, maka yang harus menjaga nilai keacehan," kata Tarmizi.

Tarmizi menjelaskan, kupiah meukutop tersebut memiliki makna tersendiri, warna merah pada kupiah itu berarti kepahlawanan, kuning kenegaraan, hitam hukum, serta hijau bermakna agama dan lingkungan.

"Kalau motif tangganya, artinya tangga pertama adalah hukum, kedua adat, ketiga qanun, dan tangga keempat reusam," ujar pria yang akrab di sapa Cek Midi itu.

Kemudian, Cek Midi juga menuturkan bahwa kupiah meukutop tersebut mulai digalakkan kembali olehnya pada 2016 lalu, ia mengaku sering memakai diberbagai kesempatan, dan ikut menjelaskan makna yang tersirat didalamnya.
Baca juga: Pemkot Banda Aceh turunkan pendakwah agama ke 90 desa selama Ramadhan
Baca juga: Banda Aceh miliki 29 titik jajanan kuliner berbuka puasa

 

Pewarta: Rahmat Fajri
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021