Surabaya (ANTARA) - Tim Evaluasi Lembaga Sensor Film (LSF) Perwakilan Jawa Timur merekomendasikan bahwa LSF Jatim masih layak dan perlu dilanjutkan (dipertahankan) mengingat SDM, sarana dan berbagai potensi yang dimiliki cukup memadai.

"Selain itu, LSF Jatim juga sebagai rujukan berdirinya perwakilan LSF di provinsi lain," kata anggota LSF Jatim Fatur Rohman di Surabaya, Jumat.

Namun, kata dia, ada diskusi antara anggota LSF RI dan Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menutup LSF Jatim karena dianggap tidak efektif dan efisien.

Baca juga: LSF ingin budaya sensor mandiri mengakar di masyarakat

Baca juga: LSF luncurkan aplikasi perizinan sensor film secara elektronik


Mendapati hal itu, anggota LSF RI dan Tenaga Sensor LSF Jatim menolak untuk menutup LSF Jatim, karena masih dibutuhkan. Adanya kantor perwakilan di Jatim karena beberapa alasan, seperti Infrastruktur, dukungan Pemprov Jatim sudah mulai terasa, komunikasi dengan para pemangku kepentingan juga semakin matang.

Fatur mengatakan pandemi memang berdampak tidak hanya pada produksi film lokal yang menurun, tetapi berdampak pada semua sektor. Oleh karena itu, Perda Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Film harusnya bisa hadir melakukan pemberdayaan pada sineas-sineas lokal.

"Sejauh ini keberadaan LSF Jatim, hadir dan dirasakan manfaatnya oleh semua pemangku kepentingan, jadi alasan untuk menutup LSF Jatim kurang tepat," ujarnya.

Beberapa alasan LSF Jatim dipertahankan, yakni potensi film lokal berkembang baik, meski di musim pandemi mengalami penurunan. Berdasarkan data LSF Jatim Production House (PH) yang produktif tercatat 98 PH dan tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Perfileman Republik Indonesia (APPRI).

Potensi TV lokal menjadi obyek pemantauan LSF, baik skala regional maupun lokal daerah, TV lokal dan platform digital berkembang pesat di Jatim. Berdasarkan data dari KPID Jatim Tahun 2019 terdapat 85 Stasiun TV dari berbagai platform.

Begitu juga sosialisasi budaya sensor mandiri mendapatkan respons positif dari kalangan akademisi, lembaga pendidikan/pondok pesantren serta organisasi keagamaan, seperti Muhammadiyah dan NU, organisasi kesenian dan komunitas Film.

Hasil wawancara melalui angket tertulis yang dilakukan oleh LSF terhadap 12 kegiatan yang digelar bersama Sekolah, Pondok Pesantren, Perguruan Tinggi di berbagai kabupaten/kota di Jatim menyimpulkan, 87 persen kegiatan Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri (BSM) sangat setuju dan BSM dibutuhkan oleh warga Jatim dalam rangka membentuk akhlaqul karimah yang sesuai budaya Indonesia berdasarkan Pancasila.

LSF Jatim juga mendapatkan dukungan dari pemangku kepentingan, PH, lembaga Mitra (KPI, Dinas Pariwisata, Pemerintah Provinsi Jawa Timur). Terbaru Dinas Pariwisata Jatim siap bermitra dan mengundang LSF Jatim untuk diskusi terkait Program Wisata dan Budaya Jawa Timur.

Baca juga: Budaya sensor mandiri di masyarakat sangat penting

Baca juga: Lembaga Sensor Film akan ada di daerah


Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti sebelumnya angkat bicara terkait wacana penutupan satu-satunya perwakilan LSF daerah di Jawa Timur oleh LSF Pusat. Menurut La Nyalla, LSF daerah layak ditambah dan dipertahankan eksistensinya karena banyak mater lokal di daerah atau produk budaya lokal yang disensorkan di LSF Pusat.

Lantaran hal itu, kata dia, dipandang perlu untuk membentuk kantor perwakilan, dengan harapan memberikan kemudahan kepada para sineas lokal untuk menyensorkan materinya, sehingga tidak perlu ke Jakarta.

"Tentu kehadiran LSF di daerah akan mempermudah kinerja yang terkait di bidang perfilman. Apalagi, sineas dan rumah produksi di Jatim cukup banyak memproduksi karya-karya film dan iklan oleh sineas-sineas mereka," kata La Nyalla.

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Endang Sukarelawati
Copyright © ANTARA 2021