Makassar (ANTARA News) - General Manager Perusahaan Listrik Negara Sulawesi Selatan, Barat dan Tenggara Ahmad Siang di Makassar, Rabu, mengungkapkan Kantor Bea Cukai Makassar memberlakukan bea impor alat pembangkit sebesar Rp12 miliar.

Menurutnya, pemberlakuan bea impor ini menjadi salah satu kendala PLN dalam mengamankan sistem kelistrikan wilayah.

Ia mengatakan, bea cukai bersikeras memberlakukan pajak peralatan yang diimpor dari Inggris, Dubai, dan Singapura tersebut.

"Kami khawatir, bea cukai menyegel impor mesin pembangkit tersebut. Sementara, mesin-mesin tersebut sifatnya dimobilisasi dari provinsi lain untuk mendukung kebutuhan listrik," katanya.

Jika pembangkit yang kini ditempatkan di Gardu Bontoala tersebut disegel, dikhawatirkan akan timbul pemadaman. PLN, lanjutnya, tidak lagi memiliki cadangan daya mendukung pasokan listrik jika terjadi kerusakan mesin.

Berbeda dengan kondisi di Kalimantan Timur yang membebaskan bea impor terhadap peralatan strategis seperti pembangkit.

Kondisi kelistrikan Sulsel juga dinyatakan belum aman dari pemadaman bergilir karena cadangan daya sebesar 60 megawatt tidak mencukupi untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya kerusakan pembangkit.

Idealnya,katanya, cadangan daya sistem listrik wilayah tidak berada di bawah 140 megawatt.

Pembangkit listrik yang ada untuk memasok daya di Sulsel, Sulbar dan Sultra total sebesar 703 megawatt dengan daya mampu 647 megawatt. Sementara kebutuhan listrik pada saat beban puncak mencapai 563 megawatt.

Apalagi, jika PLTA Bakaru yang berkapasitas 125 megawatt tidak berfungsi maksimal seperti yang kerap terjadi pada musim kemarau, cadangan daya yang tersisa hanya 16 megawatt. (RY/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010