Jakarta (ANTARA) -
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komaruddin menilai politik uang menjadi momok yang harus diwaspadai dalam pemungutan suara ulang, termasuk di PSU Pilkada 2020.
 
"Para calon akan habis-habisan untuk memenangkan, apalagi mereka sudah sudah memulai perjuangannya di Pilkada 2020, tidak mungkin tak akan berjuang penuh memenangkan pemungutan suara ulang," kata Ujang Komaruddin di Jakarta, Minggu.
 
Oleh karena itu, menurut dia, potensi politik uang tentunya akan tinggi sebagai salah satu cara meraup suara jika dibandingkan pada gelaran pemilihan di Pilkada 9 Desember 2020 lalu.
 
"Ini sudah pertarungan akhir dalam konteks hasil putusan MK, artinya politik uang yang diwaspadai karena kandidat akan besar-besaran meraih simpati publik, mereka tentu tidak mau kecolongan atau kalah," kata dia.

Baca juga: MPR minta Bawaslu antisipasi politik uang jelang PSU
 
Apalagi, saat ini lanjut dia masih sedang dalam keadaan pandemi, dan beberapa waktu ke depan masyarakat punya pengeluaran yang besar, sehingga kesempatan transaksi politik uang di PSU semakin besar.
 
"Ini menjadi pekerjaan besar Bawaslu agar dapat mencegah, politik uang ini sulit diungkap, Bawaslu harus buka mata, buka telinga dan melibatkan masyarakat," kata Ujang.
 
Masyarakat yang berada dalam jaringan struktur sosial perlu dilibatkan memantau dan mengawasi dugaan politik uang. Jika tidak, kata dia Bawaslu akan kesulitan menekan potensi transaksi jual beli suara di pemungutan suara ulang Pilkada 2020.
 
Sebelumnya, Anggota KPU RI Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan pemungutan suara ulang akan digelar di 16 daerah.

Baca juga: Kapolda Kalsel minta ANTARA jadi media penyejuk jelang PSU
 
Sementara itu, Divisi Penanganan Pelanggaran Bawaslu terus menyiapkan diri jelang pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Serentak 2020. Pada 13 April 2021 lalu Bawaslu menyusun surat edaran (SE) tentang penanganan pelanggaran bersama kepolisian, kejaksaan dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
 
Anggota Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo mengatakan proses pelaksanaan dan efektivitas penerapan draf SE sangat dipengaruhi dukungan kepolisian dan kejaksaan. Jika terkait dengan ASN maka harus melibatkan KASN.
 
"Kami harap dukungan secara kelembagaan agar kerja penanganan pelanggaran bisa dilakukan secara baik," katanya.

Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021