Palangkaraya (ANTARA News) - Sayuran-sayuran yang diperjualbelikan di pasar dalam Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah mulai didominasi sayuran organik, yaitu sayuran yang hidup dan berkembang di alam bukan hasil budi daya.

Berdasarkan pemantauan di Pasar Besar Kota Palangkaraya, Sabtu dilaporkan, pasar sayuran kota ini terlihat lebih khas kalau dibandingkan pasar sayuran di daerah lain karena di lokasi pasar Palangkaraya banyak diwarnai sayuran yang berasal dari tumbuh-tumbuhan hutan.

Di antaranya adalah sayuran yang berasal dari tumbuhan rotan hutan, seperti umbut walatung, singkah, umbut paikat, umbut manau, dari bambu seperti rebung, atau umbut kelapa.

Sayuran lainnya, umbut tumbuhan bakung, pakis hutan (paku), kalakai, daun akar telunjuk langit, serta sawi hutan, dan beberapa jenis sayuran lainnya yang berasal dari semak belukar yang kurang populer namanya.

Menurut para pedagang, sayuran asli asal tanaman hutan tersebut harganya relatif murah bila dibandingkan dengan sayuran budi daya, apalagi sayuran budi daya kebanyakan didatangkan dari Pulau Jawa sehingga harganya cukup mahal.

Ia menjelaskan, sayuran umbut rotan walatung dan umbut rotan singkah seharga Rp5.000 per ikat ukuran kecil, daun pakis hutan Rp2.500, per ikat, daun kalakai Rp1.500 per ikat, daun telunjuk langit Rp2.500 per ikat, dan daun sawi hutan Rp2.000 per ikat.

Dibandingkan dengan sayur kol, sawi, wortel, kentang, dari Pulau Jawa yang harganya sudah sulit dijangkau, sayuran organik tersebut harganya justru lebih murah.

Ny Dapung, warga Palangkaraya mengaku lebih suka mengkonsumsi sayuran alam, lantaran rasanya sudah menyatu dengan lidah masyarakat Suku Dayak setempat.

Selain itu, katanya, sayuran alam hutan Kalteng lebih sehat karena tidak terkena pestisida, tak mengenal pupuk, apalagi perangsang tumbuhan, sehingga bebas dari bahan kimia.

Bahkan, tambahnya, ada beberapa jenis sayuran organik Kalteng diyakini bisa menjadi obat bagi penyakit tertentu, seperti daun pakis baik bagi mereka yang baru melahirkan karena akan menambah air susu ibu.

Bukan hanya tanaman hutan yang disuka warga setempat tetapi dedaunan dari sayuran lainnya juga banyak diperjualbelikan.

Seperti sayuran pare, bila di daerah lain dijual hanya buah pare tetapi di Palangkaraya daun pare juga disayur, sehingga banyak diperdagangkan dengan sistem ikat, dengan harga Rp2.500 per ikat.

"Kita sudah lama atau turun temurun menggunakan daun pare sebagai sayuran, rasanya tak beda dengan buah pare, rasa enak bercampur pahit-pahit, dioseng-oseng atau direbus begitu saja juga enak," kata seorang pedagang di bilangan Pasar Pagi Palangkaraya.

Sayuran lain, daun pepaya Rp3.000 per ikat, daun timun suri Rp2.000 per ikat, daun kacang panjang Rp1.500 per ikat, daun katuk Rp3.000 per ikat, daun ubi kayu Rp1.000 per ikat.
(pso-092/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010