Jakarta (ANTARA News) - Politisi AM Fatwa mengatakan KH Idham Chalid merupakan guru bangsa dengan filsafat air dalam berpolitik.

"Saya telah mengenal beliau sejak 60 an, beliau layaknya air, yang menjadi sumber kehidupan, sekaligus lentur, mampu menyesuaikan diri, tapi bukan berarti tidak punya pendirian, karena air juga memiliki kekuatan dahsyat," katanya saat ditemui melayat di rumah duka KH Idham Chalid di Cipete, Jakarta, Senin.

Ia menambahkan KH Idham Chalid memiliki pandangan yang bijaksana dalam berpolitik. ",amun sekaligus lentur," Katanya.

Sementara itu, Para tokoh nasional tampak melayat Mantan Wakil Perdana Menteri Indonesia di Era Soekarno dan tokoh NU, KH Idham Chalid.

Tampak Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefuddin dan Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri yang datang sekitar pukul 08.15 WIB di rumah duka, komplek Pondok Pesantren Darul Ma`arif Cipete, Jakarta. Begitu pula tampak Menteri Agama Surya Darma Ali.

Sedangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melayat KH Idham Chalid di rumah duka pada pukul 09.00. WIB.

KH Dr Idham Chalid, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dan Ketua MPR/DPR periode 1972-1977 meninggal dunia pada usia 88 tahun Minggu (11/7) pagi sekitar pukul 08.00 WIB. KH Idham Chalid rencananya akan dimakamkan di Pondok Pesantren Darul Quran Milik Keluarga di Cisarua, Jawa Barat, Senin.

Ia pernah menjadi Ketua Partai Masyumi Amuntai, Kalimantan Selatan, dan dalam Pemilu 1955 berkampanye untuk Partai NU.

KH Idham pernah pula menjadi Wakil Perdana Menteri dalam Kabinet Ali-Roem-Idham, dalam usia yang masih sangat belia, 34 tahun. Sejak itu Idham Chalid terus menerus berada dalam lingkaran kekuasaan. Di organisasinya, ia dipercaya warga Nahdliyyin untuk memimpin NU di tengah cuaca politik yang sulit, dengan memberinya kepercayaan menjabat sebagai Ketua Umum Tanfidziah PBNU selama 28 tahun (1956 - 1984).

Di samping berada di puncak kekuasaan pimpinan NU, ia juga dipercaya menjadi Wakil Perdana Menteri II dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo (PNI), 1956 - 1957. Saat kekuasaan Bung Karno jatuh pada 1966, Idham Chalid yang dinilai dekat dengan Bung Karno ini tetap mampu bertahan.

Bahkan, Presiden Soeharto memberinya kepercayaan selaku Menteri Kesejahteraan Rakyat (1967 - 1970), Menteri Sosial Ad Interim (1970 - 1971) dan setelah itu Ketua MPR/DPR RI (1971 - 1977) dan Ketua DPA (1977 -1983).

Ketika partai-partai Islam berfusi dalam Partai Persatuan Pembangunan, pada tanggal 5 Januari 1973, bekas guru agama Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo ini menjadi ketua, sekaligus Presiden PPP.

Dari sisi wawasan keilmuwan dan kemahiran, sosok KH Idham Chalid dikenal sebagai ulama yang mahir berbahasa Arab, Inggris, Belanda, dan Jepang. Ia juga menyandang gelar doctor honoris causa dari Universitas Al-Azhar, Kairo.
(M041/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010