orang Indonesia pertama menggunakan judul puitis Habis Gelap Terbitlah Terang
Jakarta (ANTARA) - Tokoh kebangsaan Indonesia Dahlan Abdullah adalah sosok yang terlupakan dibalik buku "Habis Gelap Terbitlah Terang" Kartini.

Penulis buku "Baginda Dahlan Abdullah Bapak Kebangsaan Indonesia" Dr. Iqbal Alan Abdullah melalui siaran pers yang diterima ANTARA di Jakarta, Kamis, mengatakan bahwa Dahlan adalah sosok yang pertama kali menerjemahkan buku yang awalnya berjudul Door Duisternis tot Licht ("Dari Kegelapan Menuju Cahaya") untuk dibuat menjadi kalimat yang begitu terkenal "Habis Gelap Terbitlah Terang" dalam terjemahan bahasa Melayu seperti judul yang tetap dipakai sekarang.

"Dia orang yang pertama kali menerjemahkan buku ini dan memberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang dan diterbitkan oleh Commissie voor de Volkslectuur (Balai Pustaka) pada tahun 1922," tutur Iqbal dalam rilisnya.

Sosok Dahlan dinilai istimewa karena memiliki andil besar dalam perjalanan sejarah Indonesia mulai dari masa pergerakan nasional antara lain kiprahnya sebagai Ketua Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging).

Kemudian baru pada cetakan ke 3 yang terbit 1951 atau tiga dekade kemudian, muncul nama penerjemah pengganti yaitu Armijn Pane, seorang sastrawan pelopor Pujangga Baru.

Terjemahan Armijn Pane ini tidak lagi menggunakan bahasa Melayu, tapi bahasa Indonesia namun judulnya masih menggunakan judul yang dibuat oleh Dahlan Abdullah.

"Habis Gelap Terbitlah Terang begitu terkenalnya sampai sekarang. Tanpa buku itu tentunya tidak akan ada penghargaan kepada Kartini seperti yang terjadi saat ini. Tapi ada nama pahlawan lain yang hilang dari balik nama besar Kartini ini. Dia adalah Baginda Dahlan Abdullah," kata Iqbal.

Iqbal mengatakan pengambilan judul yang tepat saat ini yaitu "Habis Gelap Terbitlah Terang" telah memberikan pemaknaan yang lebih kuat daripada judul aslinya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya".

"Artinya Dahlan Abdullah adalah orang Indonesia pertama yang menggunakan judul puitis Habis Gelap Terbitlah Terang yang sangat terkenal itu," kata Iqbal.

Baca juga: Jateng rancang bantuan berkelanjutan untuk keturunan RA Kartini

Baca juga: Pengunjung Museum Kartini ditargetkan capai 1.000 orang


Iqbal Alan Abdullah merupakan salah satu penulis buku "Baginda Dahlan Abdullah: Bapak Kebangsaan Indonesia" bersama Hasril Chaniago dan Nopriyasman. Selain itu Iqbal diketahui adalah cucu Dahlan Abdullah.

Dia berujar saat itu sang kakek menerima permintaan dari Abendanon untuk menerjemahkan buku itu pada akhir 1916 atau awal 1917 dan tugas tersebut dikerjakan ketika Dahlan Abdullah bekerja sebagai pembantu dosen bahasa Melayu di Universitas Leiden dan sedang aktif dalam kegiatannya yang cukup menyita waktu di Perhimpunan Hindia (Indische Vereeniging) sebagai Ketua Perhimpunan Hindia dari tahun 1917 sampai 1918.

"Mr. Abendanon sendiri yang meminta Dahlan Abdullah untuk menerjemahkan buku tersebut ke dalam bahasa Melayu. Dan bagi Dahlan Abdullah juga Mr. Abendanon punya kesesuaian pikiran dengan Kartini untuk memajukan tanah Hindia (Indonesia)," lanjut Iqbal.

Dahlan Abdullah dikenal sebagai penggagas awal menggunakan istilah Indonesier (orang Indonesia) tahun 1917 sebagai pengganti sebutan inlander atau "pribumi Hindia Belanda" di awal era kebangkitan nasional Indonesia ketika ia menjabat Ketua Perhimpunan Hindia di Negeri Belanda.

Tokoh bangsa kelahiran Pariaman 15 Juni 1895 itu secara konsisten memperjuangkan kemerdekaan dan kemajuan masyarakat Indonesia baik sebagai guru, anggota dewan Kota Jakarta dan Loco Burgemeester (Wakil Walikota) Batavia, politikus, pejabat pemerintah, dan pengurus berbagai organisasi sosial kemasyarakatan.

Setelah kemerdekaan, Dahlan konsisten membela negara Indonesia dan duduk sebagai anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) hingga wafat tahun pada 1950 saat dia menunaikan tugas sebagai Dubes Indonesia untuk Irak, Syria, Trans Jordania dan Lebanon.

Dahlan Abdullah dimakamkan di Kompleks Masjid Abdul Qadir Jailani, Baghdad, Irak.

Di bidang pendidikan, Dahlan Abdullah adalah salah satu pendiri Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta.

Baca juga: Pelajaran Kartini tentang tafsir ayat kitab suci

Baca juga: Hati lapang Kartini saat kalah "perang''

Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021