Kebebasan pers dan kepentingan publik tidak bisa dipisahkan dan harus saling mendukung, yang salah satunya dalam membangun kultur transparansi dan akuntabilitas dalam berjalannya penyelenggaraan negara
Kediri, Jatim (ANTARA) - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri, Jawa Timur, menggalang pakta dukungan menjelang peringatan Hari Kebebasan Pers se-Dunia atau World Press Freedom Day 2021 dari berbagai kalangan mulai tokoh hingga mahasiswa.

Ketua AJI Kediri Danu Sukendro di Kediri, Jumat, mengemukakan kampanye ini terus digalakkan sebagai edukasi kepada semua pihak.

Kebebasan pers dan kepentingan publik, kata dia, tidak bisa dipisahkan dan harus saling mendukung, yang salah satunya dalam membangun kultur transparansi dan akuntabilitas dalam berjalannya penyelenggaraan negara.

"Itulah sebabnya isu-isu terkait kepentingan publik harus dijamin, melalui kebebasan berekspresi dan kebebasan pers," katanya.

Pihaknya mengungkapkan fungsi penting pers dalam kehidupan demokrasi mendapat tantangan cukup berat. Kerja-kerja jurnalis juga beberapa kali mendapat tindakan represi mulai dari kekerasan fisik, pengusiran, perempasan alat kerja, hingga doxing dan pemidanaan.

Ironisnya, kata dia, para pelaku didominasi aparat keamanan sebagai penegak hukum.

Dari catatan Lembaga Penegak Hukum (LBH) Pers, terdapat 117 kasus kekerasan yang dialami jurnalis dan media pada 2020 dengan rincian 99 kasus kekerasan dialami jurnalis, 12 kasus kekerasan pada pers mahasiswa, dan enam kasus menyasar media siber. Data itu mengalami kenaikan sebesar 32 persen dari tahun sebelumnya. Pada 2019, LBH Pers merangkum kasus kekerasan ada 79 kasus.

Menurut data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, terdapat kenaikan kasus kekerasan terhadap jurnalis, rentang waktu tahun 2019 hingga 2020. Jumlah kenaikannya sebanyak 31 kasus. Dari 53 kasus pada 2019 menjadi 84 kasus di 2020.

Danu mengatakan meningkatnya angka kekerasan itu menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan demokrasi. Hal itu menjadi penanda jika saat ini kondisi pers di Indonesia sedang tidak baik-baik saja.

Kasus paling baru, tambah dia, adalah kekerasan yang menimpa Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya. Nurhadi tidak hanya diintimidasi tetapi menjadi sasaran pengeroyokan saat menjalani tugas sebagai jurnalis. Kekerasan terhadap yang bersangkutan trsbebut sekaligus bukti nyata kebebasan pers belum sepenuhnya dinikmati para pekerja media.

"Dari kasus itulah, perlu kampanye massif sebagai upaya melawan arogansi aparat yang menghalangi hak publik mendapatkan informasi," kata Danu.

AJI Kediri menggelar kampanye damai dengan penyematan pita putih kepada jurnalis, tokoh publik dan warga Kediri.

"Pita putih itu menjadi simbol solidaritas atas kasus kekerasan yang dialami Nurhadi, jurnalis Tempo di Surabaya," katanya.

Kampanye kemudian dilanjutkan penggalangan tanda tangan pakta dukungan untuk kebebasan pers di Sekretariat AJI Kediri. Tak hanya itu, kampanye juga diakukan melalui platform digital berisi flyer dan video puisi untuk Nurhadi yang dimulai 23 April 2021.

Kampanye dengan pesan serupa akan dilangsungkan di Kabupaten Tulungagung dengan aksi teatrikal pada 1 Mei 2021, dan ditutup dengan malam 1.000 Puisi untuk Nurhadi 3 Mei 2021.

Dalam kegiatan itu, juga dilakukan penyebaran stiker, selebaran serta pembagian takjil kepada masyarakat sekaligus buka bersama. Acara dihadiri sejumlah tokoh, perwakilan pers mahasiswa, dan jurnalis se-Kediri, demikian Danu Sukendro.

Baca juga: Hari Kebebasan Pers, Dewan Pers ajak pers jalankan kontrol sosial

Baca juga: BJ Habibie bapak kebebasan pers Indonesia, sebut PWI NTT

Baca juga: Inggris ajak Indonesia lindungi kebebasan pers di tengah pandemi

Baca juga: LBH Pers: Ada lima hal bayangi kebebasan berekspresi pada 2020

Pewarta: Asmaul Chusna
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021