Surabaya (ANTARA News) - Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring mengajak pengguna twitter mendiskusikan mengenai etika dalam berkomunikasi di website jejaring sosial populer itu.

"Ok, twitter media publik, bebas follow/unfollow, terus perlu tidak etika/sopan santun dalam komunikasi via twitter ini?," tulis Tifatul dalam akun twitter yang diposting ketika ia menghadiri acara puncak peringatan Hari Koperasi ke-63 di Surabaya, Jatim, Kamis.

Menteri Tifatul dalam posting di halaman twitternya juga meminta masukan dari masyarakat tentang definisi twitter tersebut. Ia mempertanyakan twitter dapat dikategorikan sebagai media komunikasi seperti apa.

"Mohon masukan teman-teman, twitter itu media komunikasi seperti apa ya, apakah seseorang bebas memilih atau menolak teman untuk berkomunikasi," katanya.

Puluhan pemilik akun lainnya berkomentar terhadap status tersebut, salah satunya Ali Wardana yang berpendapat bahwa bisa saja bagi seseorang untuk menolak berkomunikasi dengan orang lain.

"Sah-sah saja tidak ada larangan, hanya masalah etika bangsa kita saja," tulis Ali.

Ratusan komentar yang sama terkait etika ber-twitter juga ditujukan pada komentar Tifatul Sembiring beberapa menit kemudian.

Salah satu pemilik akun bernama Annie Leonita menganggap justru karena twitter dan jejaring sosial lainnya merupakan media publik maka etika sopan santun sangat diperlukan di dalamnya.

"Sangat diperlukan Pak Tif, karena semua kalangan yang beraneka ragam (status sosial, tingkat pendidikan juga usia) bisa membuka serta membaca tulisan/status/komen-komen dengan mudah, apalagi dengan semakin menjamurnya warnet juga HP yang menyediakan fasilitas untuk hal itu," tulisnya.

Ia menambahkan, jika tidak ada etika sopan santun dikhawatirkan akan berdampak negatif bagi siapapun yang membacanya.

"Kesimpulannya pemakaian twitter, facebook, friendster, dan lain-lain tetap harus mengutamakan kebebasan yang bertanggung jawab bukan kebebasan yang kebablasan," kata Annie.

(TH016/B012/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010