Denpasar (ANTARA News) - Seni pertunjukan klasik dalam kehidupan masyarakat Bali kini semakin terpinggirkan, bahkan hanya dipentaskan untuk kelengkapan kegiatan keagamaan yang digelar masyarakat setempat.

"Wayang wong, misalnya, semakin sulit untuk dijumpai pementasannya. Bahkan, salah satu seni karawitan Bali yang disebut gambang, nyaris menuju kepunahan," kata Kadek Suartaya SSn, MSi, dosen Program Studi Seni Karawitan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Kamis.

Ia menilaim, beberapa bentuk seni tradisional klasik Bali kini dalam kondisi yang nyaris sulit dijumpai di arena pertunjukan. "Banyak seni klasik yang hidup segan mati pun pasrah," katanya.

Dikatakannya, sebagian masyarakat pendukung seni semakin tak hirau dengan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ekspresi seni klasik tersebut.

Di tengah kekawatiran terhadap kelestarian dan kesinambungan seni tersebut, Kadek Suartaya mengaku cukup terobati sehubungan selama sebulan penuh pelaksanaan Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-32 tahun 2010, telah memberikan porsi yang besar terhadap kesenian klasik yang keberadaannya hampir punah.

"Pementasan PKB merupakan bentuk kepedulian terhadap keberadaan seni klasik Bali yang sedang merana itu," ujar Kadek Suartaya.

Bahkan, kata dia, ada pementasan dalam satu hari menampilkan empat bentuk pagelaran seni klasik, antara lain tari klasik Barong Banjarangkan, Klungkung, karawitan klasik Caruk Kabupaten Bangli, karawitan klasik Slonding Kabupaten Gianyar, dan karawitan klasik Gambang Kabupaten Badung.

Demikian pula penampilan tari klasik Kumara Eka Banjar Lepang, Banjarangkan, Klungkung dengan menampilkan penabuh dan penari yang rata-rata berusia remaja itu.

Bertitik tolak dari lakon Barong Swari, para seniman muda yang energik ini mencoba memberikan interpretasi tema PKB ke-32 dalam implementasi sajian seninya.

Lewat berbagai sajian pementasan dalam PKB, diharapkan seni budaya Bali tetap eksis dan kokoh dari satu generasi ke generasi berikutnya, harap Kadek Suartaya.
(T.I006/P004/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010