Jakarta (ANTARA) -
Direktur Eksekutif Indonesia Watch for Democracy Endang Tirtana berpendapat meningkatnya kasus COVID-19 belakangan ini lantaran masyarakat abai terhadap protokol kesehatan usai pelaksanaan vaksinasi COVID-19.
 
'Masyarakat harus tetap diingatkan, vaksinasi itu bukan berarti kebal. Dan masih banyak orang menunggu giliran. Jangan sampai orang yang telah divaksinasi menyebarkan COVID-19 kepada mereka yang belum mendapatkan vaksin," kata Endang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin.
 
Kasus ini serupa dengan apa yang telah terjadi di India.
 
Upaya pengendalian masyarakat dilakukan pemerintah dengan melarang tradisi mudik. Namun upaya tersebut berbanding terbalik dengan dibukanya tempat wisata. Ini seolah membenarkan masyarakat untuk dapat melakukan aktivitas selama ada di wilayah tempat tinggal.
 
Terlebih, Kementerian Perhubungan malah mengizinkan beberapa daerah di wilayah aglomerasi masih bisa melakukan kegiatan atau mudik lokal.

Baca juga: Pemkot Jakpus minta waspadai kembali munculnya klaster perkantoran
 
Seperti di Jabodetabek, Bandung Raya, Jogja Raya, Solo Raya kemudian Gerbangkertosusila atau Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan, Makassar, Sungguminasa, Takalar, dan Maros.
 
"Aturan ini kan aneh. Di mana daerah lain diminta menahan diri, sementara kota besar, yang penyebaran COVID-19 tinggi malah boleh berkeliaran. Ini berbahaya jika dibiarkan. Jangan sampai terjadi peningkatan kasus COVID, lalu fasilitas kesehatan tidak memadai," ujarnya.
 
Endang meminta kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah terus digalakkan.
 
"Jangan sampai upaya untuk keluar dari pandemi selama setahun lebih ini akan sia-sia akibat sikap abai masyarakat lantara terlalu cepat merasa berpuas diri usai terjadi penurunan kasus positif dan pelaksanaan vakasinasi," ujar Endang.
 
Hal itu, tambah dia, akan mematahkan semangat masyarakat yang tetap konsisten terhadap portokol kesehatan selama setahun terakhir.
 
"Belum lagi perjuangan tenaga kesehatan selama ini," jelasnya.
 
Dampak lain yang harus dipertimbangkan adalah kondisi ekonomi.

Baca juga: Gubernur Jawa Tengah minta para santri tidak mudik Lebaran
 
Dia mengingatkan, pemerintah telah menggelontorkan triliunan rupiah untuk menggerakkan mesin ekonomi Indonesia agar dapat keluar dari krisis ekonomi.
 
Jika penyebaran COVID-19 tidak dapat menunjukkan tren penurunan, maka tidak menutup kemungkinan kondisi ekonomi Indonesia akan kembali terpuruk.
 
"Makanya kita harus bersama sama sadar dan tetap waspada. Jangan abai, karena implikasi pandemi COVID itu tidak hanya terjadi di sektor kesehatan. Sebab ekonomi negara juga bergantung pada sikap masyarakat dalam menghadapi pandemi. Semakin kita abai, maka kemungkinan keluar dari pandemi akan semakin lama," demikian Endang Tirtana.
 
Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa jumlah kasus positif COVID-19 di Indonesia hingga Minggu bertambah 4.402 kasus dari sebelumnya Sabtu (24/4) 1.636.792 kini naik menjadi 1.641.194 kasus.
 
Untuk kasus sembuh bertambah 3.804 kasus dari hari Sabtu yang tercatat 1.492.322 kasus menjadi 1.496.126 kasus, demikian siaran pers Kementerian Kesehatan yang diterima ANTARA di Jakarta, Minggu (25/4).
 
Jumlah kasus meninggal akibat COVID-19 bertambah 94 kasus dari 44.500 kasus menjadi 44.594 kasus. Adapun jumlah spesimen yang telah diperiksa sebanyak 42.719 spesimen.
 
Kementerian Kesehatan menyebut penambahan kasus positif COVID-19 paling banyak terjadi di DKI Jakarta sebanyak 896 kasus, diikuti Jawa Barat sebanyak 683 kasus dan Riau 404 kasus.

Baca juga: Satpol-PP Padang ingatkan tiga kali langgar prokes disanksi pidana

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021