Medan (ANTARA News) - Indonesia berpeluang besar memenuhi kebutuhan kopi spesial dunia yang sudah mencapai 3,5 juta ton per tahun, mengingat selain sebagai negara produsen terbesar ke empat dunia, Indonesia juga memiliki kopi dengan rasa dan aroma khas.

"Dewasa ini Indonesia baru mampu memasok sekitar dua persen atau 68.500 ton dari sekitar 3,5 juta ton permintaan pasar. Padahal potensinya sangat besar karena ada beberapa jenis kopi spesial seperti Gayo dari Aceh dan beberapa jenis dari Sumut," kata Operations Officer International Finance Corporation (IFC) Rahmad Syakib di Medan, Selasa.

Dia berbicara di sela pengenalan proyek IFC dan PT Indo CafCo sekaligus peluncuran VCD/DVD yang berisikan tentang praktik-praktik pertanian yang baik dan berkelanjutan dalam perkebunan kopi yang dihadiri petani, pengurus Asosiasi Pengusaha Kopi Indonesia (AEKI) Sumut, pejabat pemerintah provinsi dan kota/kabupaten se-Sumut.

Peluang itu semakin jelas terlihat karena sejumlah pabrikan kopi ternama dunia tetap menjadikan bahan campuran utama jenis kopi Indonesia ke dalam produk kopi yang dihasilkan, ujarnya.

"Melihat peluang pasar yang besar sekaligus bisa untuk meningkatkan pendapatan petani, IFC bekerja sama dengan PT Indo CafCo menjalankan program pelatihan dan praktik sekaligus membuat kebun percontohan serta membangun laboratorium kopi untuk petani di Sumut," katanya.

Pelatihan itu sendiri tidak menjurus langsung ke jenis spesial (khusus) melainkan secara umum, dimana secara nasional dari produksi 600.000 ton biji hijau per tahun, 85-90 persen di antaranya berupa robusta dan 10-13 persen arabika.

Di Sumut sendiri, komposisi produksi kopi justru terbalik, dimana yang terbesar berupa arabika.

Sustainability & Farmers Support Manager PT Indo CafCo Edouard Bault mengakui, permintaan kopi spesial semakin tinggi sejalan dengan perekonomian konsumen yang semakin meningkat di negara-negara produsen.

"Apalagi tren minum kopi di dunia semakin kuat. Selain kopi spesial, permintaan kopi juga menjurus ke jenis organik karena isu lingkungan, sehingga masalah sertifikasi juga menjadi salah satu yang serius yang harus dihadapi negara produsen kopi termasuk Indonesia," katanya.

Sekretaris AEKI Sumut Saidul Alam mengatakan, sebenarnya pada umumnya kopi Indonesia khususnya juga di Sumut adalah kopi spesial karena ditanam di daerah kawasan gunung berapi.

Namun karena sebagian besar tanaman kopi itu milik petani yang cenderung membutuhkan dana cepat, prosesnya menjadi asal-asalan saja sehingga kualitasnya tidak maksimal.

Petani semakin enggan menekuni bisnis kopi spesial itu karena nyatanya harga jualnya tidak terlalu jauh berbeda dengan kualitas non-spesial.

Harga jual yang tidak jauh berbeda itu bukan karena ulah pedagang semata, tetapi memang faktanya importir tetap menawarkan harga jual yang lebih murah ketimbang produk yang dihasilkan negara lain.

"Sebenarnya itu yang harus disepakati petani, pedagang, eksportir dan importir supaya petani bisa memenuhi kebutuhan dunia yang memang tren ke jenis kopi spesial atau bermutu," katanya.
(E016/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010