Srinagar, India (ANTARA News/AFP) - Amnesti Internasional mengecam penangkapan dua pengacara ternama di Kashmir India dalam upaya "mengekang protes sah dan damai" di wilayah bergolak itu.

Mian Abdul Qayoom, ketua Perhimpunan Pengacara Kashmir, dan Ghulam Nabi Shaheen, sekretaris jendral organisasi itu, masing-masing ditahan sejak 7 dan 18 Juli atas tuduhan mendukung kegiatan separatisme.

Mereka ditangkap berdasarkan Undang-undang Keamanan Umum yag mengizinkan penahanan hingga dua tahun tanpa tuntutan atau persidangan, dengan dugaan bahwa tindakan akan datang yang merugikan negara mungkin dilakukan.

"Penahanan para pemimpin Perhimpunan Pengacara itu tampaknya merupakan upaya untuk mengekang protes sah dan damai, sebagai bagian dari penumpasan yang terus dilakukan pihak berwenang di daerah-daerah Kashmir," kata Sam Zarifi, direktur Amnesti Internasional untuk Asia Pasifik.

Kashmir dilanda gelombang demonstrasi sejak 11 Juni, ketika polisi dituduh membunuh seorang remaja laki-laki yang berusia 17 tahun. Sejak itu, 16 pemrotes dan warga lain tewas.

Pemerintah negara bagian harus "segera mengakhiri penahanan preventif kedua pengacara itu," kata Zarifi dalam sebuah pernyataan yang dipasang Rabu malam di situs Amnesti Iternasional.

Pihak berwenang menolak berkomentar mengenai pernyataan organisasi itu.

Sementara itu, Kamis, pasukan India menembak mati dua orang yang diduga militan selama bentrokan di distrik utara Kupwara, yang berbatasan dengan Kashmir yang dikuasai Pakistan, kata seorang juru bicara militer, J.S. Brar.

Bentrokan baru itu terjadi sehari setelah pasukan India menembak mati salah satu militan Kashmir yang "paling diburu". Ia diidentifikasi sebagai Nouman, seorang Pakistan yang memimpin kelompok gerilya Harkat-ul-Mujahedin di lembah Kashmir.

Di sejumlah daerah Srinagar, ibukota musim panas Kashmir, pasukan paramiliter dan polisi India masih memberlakukan pelarangan-pelarangan ketat untuk mencegah protes yang mengecam pembunuhan akhir-akhir ini, kata polisi.

Demonstrasi anti-India meningkat tajam di Kashmir sejak 11 Juni.

Setiap kematian sejak 11 Juni menyulut kekerasan lebih lanjut meski telah ada seruan agar tenang dari Menteri Besar Kashmir Omar Abdullah. Pemuda dan remaja seringkali termasuk diantara demonstran yang melemparkan batu ke arah pasukan keamanan selama pawai.

Separatis Kashmir mengadakan pawai secara rutin, yang seringkali berbuntut kekerasan, sejak 2008. Puluhan pemrotes tewas dalam pawai sejak itu, sebagian besar akibat tembakan polisi.

Ketegangan di wilayah itu tinggi setelah polisi menuduh militer membunuh tiga warga sipil tidak berdosa pada April.

Militer semula menyatakan bahwa mereka membunuh tiga gerilyawan bersenjata namun kemudian memerintahkan penyelidikan dan mulai menindak dua perwira.

Kelompok Pengawas Hak Asasi Manusia mendesak India mengadili para prajurit yang dituduh membunuh tiga warga sipil dalam bentrokan rekayasa di wilayah Kashmir yang disengketakan.

Kekerasan di Kashmir turun setelah India dan Pakistan meluncurkan proses perdamaian yang bergerak lambat untuk menyelesaikan masa depan wilayah tersebut.

Perbatasan de fakto memisahkan Kashmir antara India dan Pakistan, dua negara berkekuatan nuklir yang mengklaim secara keseluruhan wilayah itu.

Dua dari tiga perang antara kedua negara itu meletus karena masalah Kashmir, satu-satunya negara bagian yang berpenduduk mayoritas muslim di India yang penduduknya beragama Hindu.

Lebih dari 47.000 orang -- warga sipil, militan dan aparat keamanan -- tewas dalam pemberontakan muslim di Kashmir India sejak akhir 1980-an.

Pejuang Kashmir menginginkan kemerdekaan wilayah itu dari India atau penggabungannya dengan Pakistan yang penduduknya beragama Islam.

New Delhi menuduh Islamabad membantu dan melatih pejuang Kashmir India. Pakistan membantah tuduhan itu namun mengakui memberikan dukungan moral dan diplomatik bagi perjuangan rakyat Kashmir untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Serangan-serangan pada 2008 di Mumbai, ibukota finansial dan hiburan India, telah memperburuk hubungan antara India dan Pakistan.

New Delhi menghentikan dialog dengan Islamabad yang dimulai pada 2004 setelah serangan-serangan Mumbai pada November 2008 yang menewaskan lebih dari 166 orang.

India menyatakan memiliki bukti bahwa "badan-badan resmi" di Pakistan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan-serangan itu -- tampaknya menunjuk pada badan intelijen dan militer Pakistan. Islamabad membantah tuduhan tersebut.

Sejumlah pejabat India menuduh serangan itu dilakukan oleh kelompok dukungan Pakistan, Lashkar-e-Taiba, yang memerangi kekuasaan India di Kashmir dan terkenal karena serangan terhadap parlemen India pada 2001. Namun, juru bicara Lashkar membantah terlibat dalam serangan tersebut.

India mengatakan bahwa seluruh 10 orang bersenjata yang melakukan serangan itu datang dari Pakistan. New Delhi telah memberi Islamabad daftar 20 tersangka teroris dan menuntut penangkapan serta ekstradisi mereka. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010