Baghdad (ANTARA News/AFP) - Tiga aparat keamanan yang bekerja untuk pemerintah AS tewas dalam serangan roket terhadap Zona Hijau yang dijaga sangat ketat, Kamis, kata Kedutaan Besar AS.

Tiga orang lagi tewas dalam insiden-insiden lain di kota wilayah utara, Mosul, dan bekas benteng gerilyawan Fallujah, sebelah barat Baghdad, kata pejabat-pejabat keamanan.

"Dua orang Uganda dan seorang warga Peru tewas dan 15 orang cedera oleh sebuah roket yang ditembakkan ke Zona Internasional," kata kedutaan AS itu, menunjuk pada Zona Hijau di Baghdad pusat.

"Dua dari mereka yang terluka adalah warga AS," katanya dalam sebuah pernyataan. "Semua orang yang tewas dan cedera bekerja untuk kontraktor keamanan pemerintah AS yang melindungi fasilitas-fasilitas pemerintah AS di Irak."

Zona Hijau, yang menjadi tempat Kedubes AS dan sejumlah kedutaan besar lain serta kantor pemerintah Irak, masih sering menjadi sasaran serangan roket dan mortir.

Pasukan AS menyerahkan tanggung jawab penuh bagi "titik-titik kontrol masuk" yang mengatur pergerakan keluar-masuk daerah itu ke pihak berwenang Irak pada 1 Juni 2010.

Serah-terima itu merupakan bagian dari penarikan seluruh militer AS dari Irak pada akhir Agustus, kecuali 50.000 prajurit.

Juga Kamis di kota bergolak Mosul, Irak utara, orang-orang bersenjata membunuh dua orang dan mencederai dua lain dalam serangan-serangan terpisah.

Di Fallujah, seorang polisi tewas dan seorang warga sipil cedera ketika bom magnetis yang dipasang di mobil polisi meledak, kata seorang polisi.

Tiga prajurit Irak juga cedera akibat ledakan bom pinggir jalan yang ditujukan pada patroli empat kendaraan di Garma, sebelah timur Fallujah.

Serangan-serangan Kamis itu merupakan bagian dari rangkaian kekerasan yang meningkat di Irak akhir-akhir ini.

Sehari sebelumnya, Rabu, ledakan bom mobil merenggut 30 jiwa dan mencederai 46 orang di dekat sebuah masjid di daerah Syiah kota Baquba, sebelah utara Baghdad.

Juga Rabu di provinsi Diyala, seorang prajurit AS tewas dalam ledakan bom pinggir jalan.

Ketidakpastian politik setelah pemilihan umum 7 Maret telah menyulut peningkatan kekerasan dalam beberapa bulan terakhir.

Sebanyak 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP.

Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.

Kekerasan di Irak mencapai puncaknya antara 2005 dan 2007, kemudian menurun tajam, dan serangan-serangan terakhir itu menandai terjadinya peningkatan.

Hampir 400 orang tewas dan lebih dari 1.000 lain cedera tahun lalu dalam serangan-serangan bom terkoordinasi di sejumlah gedung pemerintah, termasuk kementerian-kementerian keuangan, luar negeri dan kehakiman pada Agustus, Oktober dan Desember.

Pemilihan umum pada 7 Maret tidak menghasilkan pemenang yang jelas dan bisa memperdalam perpecahan sektarian di Irak, yang menimbulkan kekhawatiran mengenai peningkatan kekerasan ketika para politikus berusaha berebut posisi dalam pemerintah koalisi yang baru.

Seorang jendral senior AS dalam wawancara dengan AFP beberapa waktu lalu memperingatkan, gerilyawan mungkin akan melancarkan serangan-serangan yang lebih mengejutkan seperti pemboman dahsyat di Baghdad pada 25 Oktober, menjelang pemilihan umum Maret.

Mayor Jendral John D. Johnson mengatakan bahwa meski situasi keamanan akan stabil pada pertengahan tahun ini, kekerasan bermotif politis yang bertujuan mempengaruhi bentuk pemerintah mendatang merupakan hal yang perlu dikhawatirkan.

Dua serangan bom bunuh diri menewaskan 153 orang di Baghdad pusat pada 25 Oktober.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010