Limbah STAL menghasilkan residu Fe (besi) dan Al (aluminium) yang bisa diolah menjadi bijih besi (iron ore) dan produk lainnya
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mendukung teknologi pengolahan nikel karya anak bangsa, yakni step temperature acid leaching (STAL) karena menghasilkan emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan teknologi pengolahan nikel lainnya.

"Ini ada pengembangan teknologi baru dari anak bangsa, kita dukunglah. Saya ingin produk-produk dalam negeri terus maju," katanya dalam rapat koordinasi, Kamis (29/4/2021), sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Dengan teknologi STAL, yang dikembangkan PT Trinitan Metal and Minerals Tbk ini, bijih nikel diproses dengan tekanan atmosfir (atmospheric pressure) dan mampu menghasilkan recovery nikel di atas 90 persen.

Baca juga: Sudah teruji, ESDM sebut STAL terobosan teknologi strategis

Teknologi STAL juga diklaim menghasilkan limbah yang lebih ramah lingkungan dan dapat dikelola kembali menjadi produk yang bernilai dibandingkan teknologi high pressure acid leach (HPAL).

Pasalnya, limbah STAL menghasilkan residu Fe (besi) dan Al (aluminium) yang bisa diolah menjadi bijih besi (iron ore) dan produk lainnya.

Luhut berpesan teknologi STAL ini dapat dikembangkan terus dan diharapkan semua pihak dapat bekerja sama dengan baik.

Ia juga berharap Indonesia dapat menarik investor yang sesuai untuk pengembangan teknologi ini.

"Kita tidak mau main-main. Jadi, makanya sekarang orang bicara soal green, jadi jangan ditipu lagi dengan data-data yang tidak benar," tambahnya.

Baca juga: Luhut: Hilirisasi nikel jadikan Indonesia pemain utama baterai lithium

Pengembangan teknologi STAL yang menggunakan metode hidrometalurgi dipandang sebagai sebuah terobosan untuk aplikasi teknologi pengolahan nikel dalam skala lebih kecil dibandingkan dengan jenis-jenis teknologi yang digunakan pada industri pengolahan logam dasar.

Teknologi tersebut dapat berbentuk secara modular dan dipandang cocok untuk diterapkan pada lokasi-lokasi yang dekat dengan wilayah pertambangan nikel (mine mouth).

Dengan teknologi modular ini, besaran yang dibutuhkan akan bisa dijangkau oleh industri pertambangan pada skala yang lebih kecil dan yang banyak terdapat di Indonesia.

Teknologi STAL yang dikembangkan akan membutuhkan bijih nikel sebesar 170 ribu ton bijih nikel per tahun atau 600 ton per hari untuk setiap modular STAL.

STAL dapat mengolah bijih nikel dengan kadar rendah sampai 1,1 persen. Ada pun pasokan listrik yang dibutuhkan dalam menggunakan teknologi STAL, yakni 1,3 mega watt hour untuk menghasilkan 1.800 ton nikel.

Teknologi STAL akan mengembangkan aplikasi cloud monitoring dan sistem kontrol untuk semua proses manufaktur dan dapat memberikan informasi yang dapat dipercaya kepada semua pihak.

Baca juga: Faisal Basri: Punya nikel tidak otomatis menguasai pasar mobil listrik
Baca juga: Cadangan nikel terbesar, Kadin optimis RI kuasai pasar mobil listrik

Pewarta: Ade Irma Junida
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021