Potensi dampak yang dimunculkan oleh transformasi industri ke arah industri 4.0 semakin membuat pekerja semakin rentan
Jakarta (ANTARA) - Indonesia for Global Justice (IGJ) menyatakan bahwa aturan yang tercipta dari UU Cipta Kerja jangan menjadi bumerang karena tidak memberikan perlindungan sepenuhnya kepada kaum buruh.

Direktur Eksekutif IGJ Rachmi Hertanti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu, menegaskan bahwa aturan ketenagakerjaan dalam UU Cipta kerja pada akhirnya jangan hanya menjadi bumerang bagi Indonesia.

"Pengaturan ketenagakerjaan di bawah UU Cipta Kerja semakin membuat aturan yang lebih fleksibel lagi. Artinya, ini akan meningkatkan jumlah pekerja informal yang pada akhirnya membuat skema jaminan menjadi tidak efektif," ujarnya.

Lebih lanjut, Rachmi mengingatkan fleksibilitas ketenagakerjaan hanya akan menempatkan Indonesia sebagai pelayan investasi asing yang menyediakan buruh murah, kemudahan perpajakan dan ekstraksi sumber daya alam dalam kegiatan rantai nilai regional.

Ia berpendapat bahwa potensi dampak yang dimunculkan oleh transformasi industri ke arah industri 4.0 semakin membuat pekerja semakin rentan.

Hal itu, ujar dia, karena tidak adanya regulasi ketenagakerjaan yang secara tegas mengatur aspek perlindungan pekerja dalam kegiatan ekonomi digital hari ini.

"Pekerja semakin dihadapkan pada status yang tidak jelas ketika masuk dalam kegiatan ekonomi digital. Hubungan kerja yang disematkan dengan kata kemitraan membuat statusnya menjadi sangat rentan, tanpa adanya jaminan perlindungan yang dipenuhi oleh perusahaan aplikasi," tegas Rachmi.

Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR Dito Ganinduto mendorong percepatan pemulihan ekonomi nasional dengan mengoptimalkan instrumen UU Cipta Kerja dan beragam regulasi yang merupakan turunan dari produk perundangan tersebut.

"UU Cipta Kerja menjadi instrumen utama dalam mengatasi berbagai tantangan nasional, seperti penyediaan lapangan pekerjaan, pemberdayaan UMKM, dan reformasi regulasi, untuk mendorong transformasi ekonomi dan pemulihan ekonomi nasional," kata Dito.

Selain itu, ujar dia, implementasi dari UU Cipta Kerja dan peraturan turunan yang telah terbentuk tersebut dapat langsung memberikan geliat ekonomi melalui penciptaan permintaan dan pasokan dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional.

Dito optimistis dengan fundamental dan geliat ekonomi yang terakselerasi dan tercipta pada kuartal I 2021 ini, terlebih dari berbagai kebijakan yang dirumuskan oleh Komisi XI DPR RI dengan Kemenkeu, BI, dan OJK, dapat mendukung secara keseluruhan baik di sisi permintaan maupun pasokan sehingga selanjutnya ekonomi bangkit kembali.

Sedangkan, Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono menyatakan UU Cipta Kerja bisa menangkal potensi bencana demografi yang diakibatkan oleh kurangnya ketersediaan lapangan pekerjaan.

Ia mengatakan bahwa bonus demografi merupakan salah satu tantangan pemulihan perekonomian Indonesia karena pemerintah harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi 70,72 persen masyarakat berusia produktif dari total 270,20 juta total penduduk Indonesia.

Kemenko Perekonomian mencatat dari 203,97 juta penduduk usia kerja, sebanyak 138,22 juta orang di antaranya merupakan angkatan kerja.

Namun 9,77 juta orang di antara jumlah penduduk angkatan kerja itu merupakan pengangguran, bertambah sebanyak 2,67 juta orang jika dibandingkan dengan 2019.

Baca juga: BKPM: Investasi asing di sektor pertanian didominasi perkebunan sawit
Baca juga: Kemenko Perekonomian: UU Cipta Kerja jawab kesulitan UMKM
Baca juga: Konsultan properti: Penerapan UU Cipta Kerja dorong investasi

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021