Jakarta (ANTARA) - Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk ketepatan subsidi merupakan salah satu rencana aksi yang akan dilakukan oleh Tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) pada periode 2021-2022.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pernah menyebut bahwa persoalan utama dalam penyelenggaraan bantuan sosial (bansos) adalah akurasi data penerima bansos, baik itu terkait kualitas data penerima bantuan, transparansi data maupun pemutakhiran data.

Rendahnya kualitas dan transparansi data berdasarkan keluhan yang masuk ke aplikasi JAGA Bansos mengakibatkan permasalahan dalam penyaluran bansos seperti bansos tidak tepat sasaran, tumpang tindih serta tidak transparan.

Permasalahan tersebut berpangkal dari masalah pendataan, salah satunya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang tidak padan data dengan NIK dan tidak terbaharui sesuai data kependudukan serta minim-nya informasi tentang penerima bantuan.

KPK pun melakukan kajian atas pengelolaan data di Kementerian Sosial (Kemensos). Terkait kualitas data penerima bansos pada Kemensos, KPK menemukan adanya data pada dua Direktorat Jenderal (Ditjen) dan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) tidak sinkron sehingga KPK mendorong Kemensos untuk mengintegrasikan data tersebut.

Pada 11 Januari 2021, Mensos Tri Rismaharini menemui Pimpinan KPK beserta jajaran di Kedeputian Pencegahan KPK melakukan koordinasi terkait dengan surat rekomendasi KPK pada 3 Desember 2020 tentang penyampaian kajian pengelolaan bansos.

Baca juga: Risma sambangi KPK bahas perkembangan perbaikan data penerima bansos

Baca juga: Mensos lapor KPK soal 21 juta data ganda penerima bansos dinonaktifkan


Risma, sapaan Mensos saat itu meminta KPK untuk ikut membantu kementeriannya dalam memperbaiki DTKS yang menjadi basis pemberian bansos.

Mantan Wali Kota Surabaya ini dalam pertemuan tersebut menyebutkan ada sejumlah perbaikan yang ia lakukan untuk mencegah orang yang tidak dikategorikan miskin juga ikut mendapat bantuan.

Lapor KPK
Risma pun kembali menyambangi KPK pada 30 April 2021 dalam rangka menyampaikan perkembangan perbaikan data penerima bansos padan dengan NIK sesuai rekomendasi berdasarkan kajian KPK.

Kali ini, ia melaporkan ke lembaga antirasuah tersebut terkait 21 juta data ganda penerima bansos yang telah dinonaktifkan.

"Alhamdulillah sesuai janji saya, April kami bisa selesaikan perbaikan datanya dan hasilnya seperti sudah saya sampaikan 21,156 juta atau 21,158 juta data itu ganda dan kemudian kami 'tidurkan'," ucap Risma.

"Itu data ganda yang 21 juta jadi kalau, misalkan, saya Risma. Saya ternyata nerima bantuan BST (Bantuan Sosial Tunai) itu tiga, berarti yang dua itu yang kami 'tidurkan' yang satu tetap, Risma tetap nerima bantuan tetapi yang dua ditidurkan. Jadi, diambil begitu datanya," lanjut dia.

Atas hal tersebut, ia pun meminta kepada pemerintah daerah memperbahuri data dan mengajukan usulan tambahan bagi warganya yang memang berhak menerima bantuan. Adapun dari usulan yang diterima kementeriannya, sampai saat ini ada 5 juta warga.

Mantan Wali Kota Surabaya itu mengatakan data baru penerima bansos pun sudah padan dengan NIK atau disebut "new" DTKS. Ia tidak memungkiri masih ada permasalahan anomali data di Ditjen Dukcapil. "Memang ada permasalahan anomali data di Dukcapil, namun kami sekarang ini sedang betulkan dengan Dukcapil dan daerah. Data itu wajib padan dengan data kependudukan, terutama NIK-nya," kata dia.

Kendati demikian, ia mengaku masih ada enam daerah seperti di Papua dan Nusa Tenggara Timur (NTT) yang belum tuntas pemadanannya karena harus melakukan perekaman data pendudukan. Adapun faktornya akibat terkendala akses menjangkau suku-suku di pedalaman maupun masyarakat yang tinggal di pegunungan.

Selain perbaikan data, Risma mengatakan Kemensos juga sedang menyusun kerja sama dengan KPK untuk pengaduan jika terjadi penyelewengan penyaluran bansos. Selain itu, Kemensos juga sebelumnya telah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung).

"Kami untuk pengaduan saat ini sedang menyusun kerja sama dengan KPK untuk 'whistleblower'-nya untuk pengaduan itu. Nah, tetapi memang ada yang pengaduan itu berupa surat-surat, kami sudah bekerja sama dengan Kejaksaan Agung. Jadi selama ini kalau ada pengaduan, Kejaksaan Agung saya berkirim surat ke Kejaksaan Agung kemudian Kejaksaan Agung mengecek dan ini sudah ada beberapa sanksi yang kami berikan termasuk ada oknum-oknum yang memang sudah kena. Itu sudah sudah kami tindaklanjuti," paparnya.

Selanjutnya, Kemensos juga bekerja sama dengan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) jika rekomendasi dari Kejagung atas aduan tersebut, pihaknya diminta untuk melakukan audit investigasi.

Saran KPK
Sementara, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menegaskan bahwa data sangat berpengaruh terhadap akurasi penyaluran bansos. KPK selalu mendorong agar data masyarakat yang kurang mampu itu ditunggalkan dan jangan ada data lain selain DTKS dalam penyaluran bansos.

Selain itu, ia juga meminta kriteria kemiskinan penerima bansos turut menjadi perhatian dari Kemensos.

Penduduk miskin yang tinggal di Jakarta berbeda kebutuhan-nya, misalnya, dengan penduduk yang tinggal di desa.

"Karena apa? Kalau miskin di Jakarta mungkin kebutuhannya itu bukan makan tetapi tempat tinggal karena banyak orang miskin yang kita lihat masih tinggal di kampung-kampung yang tidak layak huni, misalnya. Nanti hubungannya apa dengan bansos yang akan disalurkan? tentu saja penduduk desa, mungkin dia punya rumah tetapi karena kesulitan mendapat pekerjaan yang dibutuhkan misalnya bantuan bantuan makanan, ini terkait kriteria," ucap Alex.

Oleh karena itu, KPK meminta Kemensos agar berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk menentukan kriteria kemiskinan agar penyaluran bansos tepat sasaran. Ia juga mengingatkan jangan sampai penduduk produktif mendapatkan bansos terus menerus selama bertahun-tahun, namun tetap miskin.

Artinya, pengentasan kemiskinan gagal dilakukan. Hal tersebut, seharusnya juga menjadi salah satu kriteria dari kepala daerah apakah berhasil mengurangi angka kemiskinan di daerah-nya tersebut.

Jika selama menjabat 5 tahun, kemiskinan bertambah atau stagnan berarti kepala daerah itu gagal menjalankan amanat yang diberikan oleh Undang-Undang bahwa tujuan bernegara salah satunya memajukan kesejahteraan umum.

Langkah Kemensos yang serius menindaklanjuti rekomendasi KPK dan juga pengawalan yang terus dilakukan KPK diharapkan mampu mencegah penyelewengan agar penyaluran bansos tepat sasaran.

Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021