Jakarta (ANTARA) - Para investor retail yang tergabung dalam Forum Investor Retail AISA (Forsa) mengaku kecewa terhadap sikap Stefanus Joko Mogoginta dan Budhi Istanto Suwito eks Direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) yang ingin lepas tanggung jawab atas dugaan pemalsuan laporan keuangan perusahaan.

"Seluruh persoalan harusnya menjadi tanggung jawab direksi. Joko dan Budhi tetap bisa dimintai pertanggungajawaban sebagai pelaksana perusahaan," kata Ketua Forsa Deni Alfianto Amris melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Pada persidangan sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Ahmad Sayuti mempertanyakan praktik tata kelola dan kepemimpinan Joko dan Budhi saat memimpin AISA terutama mengenai transaksi dan dana-dana yang mengalir ke perusahaan distributor serta terafiliasi dengan Joko Mogoginta.

Baca juga: BEI pertimbangkan penghapusan saham AISA bila tak penuhi kewajiban

Hal itu sesuai dengan keterbukaan informasi AISA yang memuat hasil laporan investigasi berbasis fakta penelusuran PT Ernst & Young Indonesia (EY).

Dalam investigasi itu ditemukan dugaan aliran dana sebesar Rp1,78 triliun dengan berbagai skema dari grup Tiga Pilar kepada pihak-pihak yang diduga terafiliasi dengan Joko dan Budhi antara lain menggunakan pencairan pinjaman Grup Tiga Pilar dari beberapa bank, pencairan deposito berjangka, transfer dana di rekening bank dan pembiayaan beban pihak terafiliasi oleh Grup Tiga Pilar.

Dalam laporan keuangan 2017 yang disusun oleh manajemen AISA yang saat itu dipimpin oleh Joko Mogoginta tidak ditemukan adanya pengungkapan secara memadai kepada para pemangku kepentingan yang relevan.

Kemudian, sidang sebelumnya kedua terdakwa Joko dan Budi juga kompak menghindar dari tanggung jawab. Mereka berkilah tidak tahu menahu mengenai adanya ketentuan yang mengatur tentang pencatatan pihak terafiliasi dan pihak ketiga dalam penyusunan laporan keuangan.

Baca juga: Dirut AISA akui ada ambil alih perseroan secara paksa

Keduanya melemparkan tanggung jawab kepada para staf yang menyusun laporan keuangan sebagai pihak yang paling bertanggungjawab.

Bahkan, Budhi mengaku hanyalah sebagai Direktur yang membawahi personalia dan bukan sebagai direktur keuangan. Selain itu, ketika dimintai tanda tangan hanya karena ia merupakan direksi yang paling sering berada di kantor.

Sementara itu, pakar hukum pasar modal Indra Safitri mengatakan laporan keuangan perusahaan apalagi perusahaan terbuka memang harus tunduk terhadap beleid otoritas jasa keuangan (OJK).

"Laporan keuangan harus ditandatangani oleh direktur utama dan direktur keuangan. Jika yang menandatangani bukan kedua pejabat tersebut artinya melanggar POJK," katanya.

Seperti diketahui, Joko dan Budhi dilaporkan oleh para investor retail yang tergabung dalam Forsa ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas dugaan pemalsuan laporan keuangan AISA tahun 2017.

Akibat manipulasi laporan keuangan tersebut para investor membeli saham AISA karena melihat prospek yang bagus. Namun laporan keuangan hanya dipercantik sehingga banyak investor mengalami kerugian akibat terpengaruh kasus yang membelitnya saat ini.

Dalam perkara ini, Leonard S Simalango, selaku Jaksa Penuntut Umum pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mendakwa Joko dan Budhi dengan Undang-undang Nomor 8/1995 tentang Pasar Modal. Jika terbukti, keduanya bisa dikenakan hukuman kurungan penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.

Baca juga: Ernst and Young Indonesia dinilai langgar UU Akuntan Publik

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2021