Mataram (ANTARA) - Musisi Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), Ary Juliyant tampil lewat musikalisasi puisi "Cintamu Cintaku" karya Mukti-Mukti/Budi Godot di Teras Lembayung, Bengkawung, Lombok Barat, Rabu (5/5).

Dia tampil sambil membawakan gitarnya sembari diiringi keyboard, Oon PH, telah mengharu birukan pendengar saat itu 

Bait demi bait puisi benar-benar menyentuh kalbu.
​​​​​​​"Cintamu cintaku. Sepasang sayap/Kita terbang menggapai langit/Cintamu cintaku melukis indahnya/Di taman mawar semerbak wangi kehidupan/Cinta tak akan membuat kita mengeluh/Walau karenanya jatuh air mataku/Air matamu/Cintaku cintamu sepasang sayap/Kita terbang menggapai langit keabadian/.


Puitis sekali selayaknya cinta sepasang kekasih yang tengah menggelora hingga terbang ke langit. Mengecap taman mawar yang semerbak wangi. Cinta itu akan tetap abadi.

Sekali lagi, bait-bait itu telah membuat terhenyak siapapun yang mendengar dan dapat memahami. 

"Cintamu Cintaku adalah sebuah karya musikalisasi Mukti-Mukti seorang musisi balada terhadap puisi karya Budi Godot," katanya suatu waktu ketika berbincang-bincang dengan Antara.

Menurut Budi Godot, kata dia, puisi tersebut memiliki proses penulisan yang sangat membekas riwayatnya.

"Dan saya yakin tentunya Mukti pun memiliki kisahnya sendiri dalam menemukan rangkaian lantunan nada yang sangat pas pada karya Cintaku Cintamu ini," tandasnya.

Sedikit mengenal Ary Juliyant yang akrab dipanggil Kang Ary ini, adalah musisi terkenal dengan "folk song"-nya yang berasal dari Bandung, Jawa Barat. Dia memiliki grup Ary Juliyant & The Badjigur Bluegrass.

Kang Ary Juliyant juga dikenal sebagai seorang yang terkenal dengan konser gerilyanya telah menapaki jalanan di Indonesia sampai Eropa. Banyak lagu karyanya yang menarik untuk didengar dan terkesan nyeleneh, seperti "Blues Kumaha Aing".


Baca juga: Komunitas pinggir kali-intuisi musik puisi sajikan konser akhir tahun

Baca juga: Bikin musikalisasi puisi jadi tantangan bagi Oppie Andaresta

Baca juga: Ebiet G. Ade gelar konser musikalisasi puisi

Pewarta: Riza Fahriza
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2021