Jakarta (ANTARA News) - Komite I DPD RI menemukan sejumlah kelemahan, baik dalam kerangka regulasi maupun pelaksanaannya, dalam berbagai pemilu kepala daerah (pemilukada) di Indonesia serta merekomendasikan sejumlah penyempurnaannya.

"Terkait dengan hasil pengawasan tersebut, Komite I pada masa sidang yang akan datang masih tetap melakukan kajian secara mendalam terhadap pokok-pokok hasil pengawasan sebagai baahan dalam penyusunan RUU tentang Pemilukada sebagai usul inisiatif DPD," ujar Wakil Ketua Komite I DPD Eni Khairani saat jumpa pers di Gedung DPD Jakarta, Senin.

Dalam pemaparannya, Eni yang didampingi sejumlah anggota DPD, diantaranya Elnino M Husin (Gorontalo) dan Alirman Sori (Sumbar) itu menjelaskan ada tujuh aspek yang menjadi fokus pengawasan DPD atas pelaksanaan pemilukada itu sekaligus merekomendasikan penyempurnaannya.

Ketujuh aspek itu adalah perbaikan tahapana pemilu, efisiensi anggaran pemilukada, antisipasi kecurangan calon incumbent dan netralitas birokrasi, peningkatan kualitas calon kepala daerah, mekanisme pemilihan, pengaturan kampanye serta penegakkan ahukum dan penguatana pengawasan.

Untuk tahapan pemilu, Eni menjelaskan, DPD memandang perlunya perbaikan untuk tahap pendaftaran pemilih dimana KPU wajib melakukan pemutakhiran daftar pemilih dan ada petugas khusus pendaftaran yang bekerjasama dengan RT/RW.

"Harus ada ruang dan waktu yang cukup bagi masyarakat untuk mengevaluasi daftara pemilih dan penyelenggara yanga tidak melakukan evaluasi terhadap daftar pemilih dapat dikenai sanksi pidana," ujar senator Bengkulu itu.

Demikian pula pada tahap pemilihan dan penghitungan suara, DPD memandang perlu adanya perbaikan mekanisme kesaksian pada setiap TPS dan hasil penghitungan suara selain wajib disampaikan kepada saksi-saksi, juga harus ditempel di ruang publik selama minimal satu bulan.

Terkait efisiensi anggaran, kata Eni, harus dibuat standarisasi biaya pilkada untuk setiap daerah berdasarkan kriteria tertentu dan ada kejelasan waktu proses pencairan dana yang sejalan dengan tahapana penyelenggaraan pilkada.

"Perlu diatur atau dibatasi pula besaran dana sumbangan dan pengeluaran untuk keperluan kampanye calon," ujarnya lagi.

Terhadap antisipasi kecurangan calon incumbent, DPD menyarankan sejumlah solusi, diantaranya bagi incumbent yang melanggar netralitas birokrasi maka sanksinya adalah pembatalan pencalonannya.

DPD menginginkan agar calon incumbent harus mundur dari jabatannya pada saat memutuskan diri maju dalam kompetisi atau cuti bagi calon incumbent enam bulan sebelum pilkada di gelar.

Mengenai penegakkan hukum dan penguatan pengawasan, Eni menjelaskan, perlu dibentuk pengadilan pemilu untuk memutus secara cepat pelanggaran pidana dan administratif. "Komposisi hakim kombinasi dari hakim karir dan hakim ad hoc," katanya.

Untuk kasus politik uang yang masif, terstruktur dan sistematis, ia menambahkan, berimplikasi pada pembatalan calon sehingga yang bersangkutan tidak dapat mengikuti tahapan berikutnya. Demikian pula harus ada pemberlakuan sanksi pidana bagi penyelenggara dan pengawas yang melakukan pelanggaran dan atau netralitas.

Terkait pengawasan, Komite I DPD menyarankan sejumlah hal diantaranya persyaratan anggota panwas agar lebih fleksibel, terutama yanag terkait syarat pendidikana, dan panwas provinsi bersifat tetap. "Dalam pelaksanaan tugasnya, panwas dibantu oleh jajaran polri sebagai pendamping lapangan," katanya.
(T.D011/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010