Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah pakar kesehatan dan ahli fiqih mempertanyakan status halal yang diberikan Majelis Ulama Indonesia (MUI) kepada dua dari tiga vaksin meningitis yang diperiksa, dan berargumen ketiga vaksin tetap menggunakan media yang sama.

"Tidak ada yang bebas enzim babinya untuk semua media yang digunakan untuk membiakan vaksin meningitis," kata Ketua Dewan Eksekutif Yayasan YARSI Jurnalis Uddin dalam diskusi tentang vaksin meningitis di Universitas Yarsi, Selasa.

Ia mempertanyakan bahwa kenapa MUI memberi label haram untuk vaksin produksi Glaxo Smith Kline (GSK), namun menghalalkan vaksin produksi Novartis Diagnotis padahal mereka menggunakan biang vaksin yang sama.

"Karena biang vaksinnya yang sama, statusnya juga harusnya sama, haram," katanya.

Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari juga mengungkapkan pada pembuatan biang menjadi calon vaksin pada tahun1970-an, semua menggunakan media yang bersentuhan dengan vaksin babi.

"Kalau mau membuat master seed bebas paparan enzim babi (porcine) itu butuh teknologi baru," katanya.

Siti Fadilah yang kini menjadi anggota Dewan Pertimbangan Presiden menegaskan bahwa nenek moyang semua vaksin meningitis sama sehingga bila MUI mengharamkan vaksin GSK, maka juga harus mengharamkan vaksin lainnya.

"Saya harap ada kejujuran dan tranparansi dalam mengaudit vaksin ini," ujarnya.

Selain itu, akibat keputusan MUI, pemerintah terpaksa mengeluarkan dana tambahan untuk pengadaan vaksin baru sebesar Rp60 miliar dan "membuang" Rp20 miliar anggaran untuk membeli vaksin dari GSK.

"Padahal masih banyak orang miskin yang butuh (dana itu)," katanya.

Pembantu Rektor Bidang Akademik Institut Ilmu Al-Quran Ahmad Munif S. mengatakan masalah halal dan haram terkait dengan mahzab fikih mana yang digunakan.

Mengenai vaksin, Munif mengatakan jika mengikuti pendapat Imam Abu Hanifah, maka proses pencucian alat-alat pabrik dengan zat kimia tertentu dapat dianggap sebagai proses pencucian dan oleh sebab itu media pembiakan selanjutnya telah dapat dianggap suci.

"Jadi jika mengikuti mahzab tersebut, tidak ada produk yang haram," katanya.

Tapi jika tidak mengikuti mahzab itu, maka Munif menegaskan bahwa tidak akan ditemukan vaksin halal sampai kiamat.

"Semuanya haram, karena biangnya sesuatu yang bersinggungan tidak langsung dengan enzim porcine dari babi," ujarnya.

(A043/Z002/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010