London (ANTARA News) - Indonesia dan Tunisa bagaikan saudara jauh yang lama tidak jumpa, dan setelah lima puluh tahun menjalin kerjasama diplomatik, nama Indonesia kembali bergema sampai ke sudut sudut kampung pemerintahan kota di Tunisia.

Bagaimana tidak? Setiap penampilan tim kesenian Indonesia yang khusus didatangkan KBRI Tunis untuk merayakan peringatan 50 tahun sekaligus mengikuti berbagai festival yang digelar di berbagai kota di Tunisia, nama Indonesia bagaikan magnet yang kembali bergema.

"Indonesie, Indonesie, its good," ujar seorang pemuda saat dijumpai penulis, dan bahkan saat para penari dari Liga Tari Krida Budaya Universitas Indonesia (UI) yang membawa misi kesenian Indonesia yang terdiri dari enam penari dan empat pemain musik setiap tampil dalam berbagai festival, selalu mendapat sambutan meriah.

Begitu pun saat mereka mengikuti karnaval di kota Sousse, sekitar 140 km selatan Tunisia, tim kesenian dari UI dengan busana berbagai daerah dan gerakan tari yang didampingi tiga staf dari KBRI Tunis dengan membawa Bendera Merah Putih bertuliskan "Indonesie", memukau ribuan warga dan wisatawan mancanegara yang memadati jalan utama tepi pantai.

"Di Tunisia, Karnaval Aoussou adalah `event` kultural tahunan yang menyedot paling banyak pengunjung secara bersamaan dalam satu waktu," ujar Dubes RI untuk Tunisia, Muhammad Ibnu Said.

Saat berbincang bincang di kantornya KBRI Tunis, Ibnu Said mengatakan, pelaksanaan kehidupan di bidang politik, ekonomi dan sosial di Tunisia relatif berjalan mantap dan stabil, bahkan dapat dikatakan makin mesra di bawah kepemimpinan Presiden Zine El Abidine Ben Ali yang berkuasa sejak 7 Nopember 1987.

Kondisi kondusif tersebut berpengaruh positif pada peningkatan kinerja ekonomi Tunisia, yang pada gilirannya semakin memperkokoh stabilitas politik dan keamanan Tunisia, ujarnya.

Didampingi fungsi Ekonomi Boy Dharmawan dan Fungsi Pensosbud Sugiri Suparwan, Ibnu Said mengatakan, kondisi dalam negeri yang aman dan stabil tersebut, memungkinkan Tunisia aktif menjalankan kebijakan luar negerinya di tingkat subregional bersama negara-negara Arab Magribi.

Kondisi serupa terjadi pada tingkat regional dengan negara-negara Arab di sekitar Laut Tengah/Mediterania serta di tingkat internasional, terutama dalam kerangka PBB, serta dalam kerangka Gerakan Non-Blok dan Organisasi Konperensi Islam.

Menurut dia, dalam setiap kesempatan Tunisia berupaya untuk memperkokoh hubungan dan kerjasama bilateral, khususnya bagi kepentingan integrasi ekonomi Tunisia di mana Tunisia telah memberlakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa sejak 1 Januari 2008.

Hal ini sangat menguntungkan bagi Indonesia, ujar M Ibdu Said, pria kelahiran Sampang, Madura, Jatim, pada Juni 1955 itu.

Mantan Minister Counsellor KBRI Otawa, Kanada itu menyebutkan, keberhasilan Tunisia dalam mengelola ekonominya disampaikan pakar ekonomi dunia dan sekaligus pemenang dua hadiah Nobel dari AS, Joseph Stiglitz.

Pernyataan itu penting bagi Tunisia yang melaksanakan demokrasi dengan menitikberatkan kebijakan pada pembangunan ekonomi. Pujian tersebut merupakan barometer bagi pemerintah tentang bagaimana berhasilnya Presiden Ben Ali dalam menangani ekonomi.

Sebelumnya, beberapa pengamat ekonomi juga telah menyampaikan pendapatnya bahwa pemerintah relatif berhasil dalam mengendalikan ekonomi, sehingga dampak buruk krisis ekonomi global dapat diminimalkan.

Stabilnya ekonomi Tunisia juga karena keberhasilan proses integrasi ekonomi yang dilakukan Tunisia, khususnya sejak diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas Tunisia dan Uni Eropa (UE) tanggal 1 Januari 2008, sehingga hubungan ekonomi Tunisia dan UE menunjukkan peningkatan.

Dengan diberlakukannya perjanjian tersebut, Tunisia merupakan negara pertama bagian selatan Mediterania dan negara Afrika pertama yang menandatangani perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa.

Hal ini harusnya dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk bisa masuk ke Uni Eropa, ujar Ibnu Said yang pernah bertugas di Thailand.

Kecilnya dampak krisis terhadap kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) tidak terlepas dari faktor kedekatan letak geografis dengan negara-negara Eropa. Kedekatan geografis tersebut membuat biaya wisata ke Tunisia relatif masih terjangkau, meski dalam kondisi krisis ekonomi.

Letak Tunisia sangat menguntungkan ditinjau dari jalur lalu lintas distribusi barang dan jasa serta lalu lintas manusia. Transportasi udara dari Tunisia ke kota terdekat di Eropa seperti Roma dapat ditempuh dalam waktu satu jam perjalanan udara.

Staf ahli Menlu itu mengatakan, kondisi sosial politik yang relatif stabil juga menjadikan Tunisia merupakan target utama wisatawan Eropa di mana saat ini komposisi wisatawan Eropa tetap yang tertinggi mencapai 80 persen.

Jumlah wisatawan yang berkunjung ke Tunisia diproyeksikan pada tahun 2012 akan sama dengan jumlah penduduknya.



Saling mendukung

Lulusan Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya itu mengatakan hubungan dan kerjasama RI-Tunisia dimulai sejak kunjungan Habib Bourguiba selaku pejuang kemerdekaan Tunisia ke Indonesia pada tahun 1951, dan diikuti dengan didirikannya kantor perjuangan kemerdekaan Tunisia di Jakarta tahun 1952, jauh sebelum kemerdekaan Tunisia tahun 1956.

Jasa dan dukungan yang diberikan Indonesia terhadap perjuangan kemerdekaan Tunisia merupakan investasi politik RI yang tidak pernah dilupakan pemerintah dan rakyat Tunisia pada saat ini, terutama bagi kalangan tua (generasi pertama) dan menjadi modal penting bagi peningkatan hubungan dan kerjasama RI-Tunisia.

Menurut Ibnu Said, hubungan diplomatik Indonesia-Tunisia pada tahun 2010 ini memasuki tahun ke-50. Hubungan ini perlu dioptimalkan bagi peningkatan hubungan dan kerjasama yang lebih erat dan intensif di segala bidang.

Dikatakannya, Tunisia senantiasa mendukung keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagaimana tercermin berbagai pernyataan yang disampaikan kalangan Pemerintah, parlemen, pengusaha, masyarakat dan jurnalis.

Keberhasilan Pemerintah Indonesia dalam menjaga integritas NKRI, terdiri dari kepulauan, dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kekayaan sumber daya alam, keanekaragaman hayati, potensi ekonomi dan pasar yang besar dikagumi berbagai kalangan di Tunisia, terutama kemajuan dalam demokratisasi dan hak asasi manusia.

Tunisia menyadari tidak mudah bagi pemimpin di Indonesia mengelola Pemerintahan dengan wilayah yang luas, masyarakat berjumlah besar dan multi etnis dan budaya, jika dibandingkan dengan Tunisia yang populasinya hanya 10,4 juta jiwa dan terdiri dari etnis yang relatif homogeny yaitu suku Arab dan Berber.

Untuk itu, Tunisia kerap menyampaikan apresiasinya atas kemajuan yang dicapai Indonesia di berbagai bidang, terutama penerapan demokratisasi dan hak asasi manusia dan modernisasi, yang dapat dijadikan model atau rujukan bahwa Islam, demokrasi dan modernisasi yang berjalan seiring.

Tunisia konsisten dalam menegaskan bahwa kedaulatan dan integrasi suatu negara merupakan suatu hak mutlak yang tidak dapat ditawar dan dintervensi oleh pihak luar.

Dubes mengatakan Indonesia dan Tunisia hingga saat ini menandatangani 47 Perjanjian Kerjasama di berbagai bidang meliputi kerjasama politik, ekonomi, sosial dan budaya, sayangnya tingkat implementasi terhadap berbagai perjanjian kerjasama tersebut masih cukup lemah.

Untuk lebih mendorong implementasi perjanjian yang telah disepakati, KBRI Tunis dan Kementerian Luar Negeri Tunisia membentuk forum konsultasi secara rutin, setiap tiga bulan pada tingkat Duta Besar, dua bulan tingkat staf.

Forum tersebut digunakan sarana koordinasi dan evaluasi kegiatan bertujuan meningkatkan hubungan dan kerjasama bilateral serta implementasi berbagai perjanjian kerjasama yang ditandatangani kedua negara, sekaligus mencari solusi bagi kendala dalam pelaksanaan di lapangan.

Mantan Kepala Biro Perencanaan Deplu itu mengakui kerjasama saling dukung antara Indonesia dan Tunisia di fora internasional, sebagai perwujudan dari kedekatan hubungan bilateral, hingga saat ini berjalan dengan baik.

Dalam pertemuan berkala antara Dubes dan Dirjen Organisasi Internasional, Kemlu Tunisia, terkait saling dukung kedua negara dalam pencalonan di berbagai organisasi internasional, Tunisia senantiasa memberikan pertimbangan positif terhadap permintaan dukungan dari Pemerintah Indonesia.

Tunisia mendukung pencalonan Indonesia RI di Development Industrial Council PBB (UNIDO) dan International Maritime Organization Council Kategori C, ujar Dubes Said yang juga pernah menjabat pada Direktorat kerjasama multilateral ekonomi Deplu.

Sementara Indonesia memberikan dukungan terhadap pencalonan Tunisia pada UN Council of FAO periode 2011-2013, IBE Council MOST, Inter-governmental Committee for Physical Education and Sport (IGCPES) dan Council UN Food and Agriculture Organization (FAO) periode 2011-2013.

Dalam kerjasama sosial dan budaya, berbagai upaya dilakukan KBRI Tunis untuk mengimplementasikan 4 perjanjian kerjasama yang telah ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri kedua negara pada tahun 2008, di bidang pendidikan tinggi, riset dan teknologi, pemuda dan olahraga serta kerjasama keagamaan.
(H-ZG/H-KWR)

Oleh Zeynita Gibbons
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010