Malang (ANTARA) - Mendengar kata kumuh, biasanya langsung terbayang sebuah kawasan (kampung) yang tidak tertata, tidak teratur, kotor, bahkan tidak sedikit yang beraroma kurang sedap.

Kondisi itu yang tergambar di kawasan Kampung Kayutangan di Kelurahan Kauman, Kecamatan Klojen, Kota Malang, sebelum sebuah program dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) hadir di kampung tersebut.

Kini, kampung itu tidak lagi kumuh, tidak lagi kotor, dan tidak lagi tak tertata. Kampung itu kini menjelma menjadi sebuah kawasan yang "cantik", bahkan sejauh mata memandang, deretan hunian yang tertata apik di antara rumah-rumah berarsitektur kolonial Belanda terawat dengan baik, membuat mata enggan berpaling.

Kampung Kayutangan telah berubah signifikan, sekarang terlihat rapi, tertata dengan berbagai ornamen yang menggambarkan masa kolonial, bahkan kampung tersebut dilengkapi dengan hidrant, akses jalan yang bersih dengan spot-spot foto yang menarik.

Kegiatan peningkatan kualitas permukiman kumuh dalam program Kota tanpa Kumuh (KOTAKU), yang diinisiasi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membuat Kampung Kayutangan menjelma menjadi objek wisata menarik dan mulai dilirik wisatawan, bahkan sebelum pandemi COVID-19 menjadi "jujugan" wisatawan asing yang ingin bernostalgia dengan suasana masa lalu.

Di Kampung Kayutangan ini terdapat cagar budaya yang dibangun sejak 1870 hingga 1920, masih berdiri kokoh, terawat dan tertata apik yang diselingi dengan spot-spot "cantik" yang sayang kalau dilewatkan, termasuk spot benda-benda antik rumah, tangga hingga keris.

Ada sekitar 22 bangunan kuno peninggalan kolonial Belanda yang sampai saat ini masih berfungsi sebagai hunian maupun yang difungsikan sebagai tempat usaha. Wisatawan maupun pengunjung dapat melihat dan menikmati bangunan-bangunan yang indah dipandang mata ini, menonjolkan ciri khas kolonial Belanda.

Program KOTAKU merupakan wujud kolaborasi antara Kementerian PUPR dan pemerintah daerah (pemda) dalam mendorong dan memberdayakan warga setempat sebagai pelaku pembangunan, khususnya untuk infrastruktur berskala kecil atau pekerjaan sederhana yang tidak membutuhkan teknologi, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasannya.

Menurut Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Jawa Timur Muhammad Reva Sastrodiningrat, Kampung Kauman merupakan salah satu kawasan kumuh yang ditata melalui Program KOTAKU. "Kawasan ini tidak sekadar kawasan kumuh, tetapi memiliki nilai artistik heritage yang indah serta potensi dalam meningkatkan pariwisata di Kota Malang,” ujarnya.

Penataan kawasan Kampung Kayutangan ini meliputi pekerjaan jalan paving dan ampyang sepanjang 2.052,19 meter dan pekerjaan batu andesit zona I dan zona II sepanjang 3.936,81 meter persegi.

Selanjutnya, pekerjaan drainase sepanjang 3.016,7 meter, pekerjaan arsitektur (gapura, pergola, lansekap taman air, vertikal garden), pekerjaan mekanikal elektrikal dan plumbing (MEP) dan proteksi kebakaran.

Selain menerima manfaat pembangunan infrastruktur, diharapkan penataan Kawasan Heritage Kayutangan ini dapat membantu pelestarian cagar budaya serta menggerakkan perekonomian masyarakat setempat. Kegiatan ini dilaksanakan sejak 23 April 2020 hingga 1 April 2021 selama 340 hari kalender oleh kontraktor PT Widya Satria dengan anggaran senilai Rp23 miliar melalui skema tahun jamak.

Penerima manfaat dari penataan kawasan tersebut sebanyak 561 kepala keluarga (KK) dan Koridor Basuki Rahmat sebanyak 92 KK.


Kampung Tematik

Beberapa tahun belakangan isu-isu kampung tematik menjadikan masyarakat, pemerintah dan para pelaku industri wisata bereuforia dan berlomba-lomba untuk mengembangkannya objek wisata yang menarik bagi wisatawan.

Di Kota Malang saja sudah belasan kampung tematik diluncurkan, mulai Kampung Biru hingga Kampung Putih. Dari belasan kampung tematik yang dikenalkan sebagai objek wisata itu, hanya beberapa yang berkembang, seperti yang diharapkan.

Sebut saja Kampung Warna-Warni. Kampung kumuh di pinggiran sungai itu disulap menjadi kampung yang menawan, bahkan sempat viral dan mendunia. Namun, pandemi COVID-19 telah menghempaskan lokasi wisata itu jauh dari wisatawan, termasuk wisatawan lokal.

Meski pandemi COVID-19 belum berkesudahan, tak menyurutkan tekad pemerintah untuk menyulap kampung kumuh di kawasan Kayutangan menjadi destinasi wisata heritage yang menjanjikan.

Ketua RW 01 Kelurahan Kauman Edi Hermanto mengharapkan kawasan itu dapat menarik wisatawan untuk berkunjung. "Kota Malang mempunyai banyak ikon wisata, salah satunya adalah Kawasan Heritage Kayutangan ini, dan kami akan melengkapinya dengan berbagai fasilitas, termasuk kuliner khas zaman dulu,” tutur Edi.

Sebagai kampung tematik yang mengusung heritage, Kampung Kayutangan cukup mudah diakses karena berada di tengah kota yang berdekatan dengan fasilitas umum, seperti Alun-alun Malang, pusat perbelanjaan, objek wisata lain yang tak kalah menarik di sekitar Kayutangan dan dekat dengan pusat pemerintahan.

Untuk menyesuaikan dengan tema heritage, Pemkot Malang mengubah dua bundaran yang ada di kawasan Kayutangan, yakni Bundaran PLN dan Rajabally. Kedua bundaran itu sebelumnya merupakan jalan beraspal, kini diubah menjadi batu andesit yang pengerjaannya membutuhkan waktu 3-4 bulan. Bundaran PLN dan Rajabally ini mirip dengan konsep bundaran Tugu Yogyakarta.

Selain mengubah dua bundaran ikon kawasan Kayutangan tersebut, Pemkot Malang yang dibantu Kementerian PUPR juga melengkapi trotoar (pedestrian) di sepanjang Jalan Basuki Rachmad (Kayutangan) dengan kursi-kursi cantik berbahan kayu dengan pegangan besi yang dikesankan kuno.

Kawasan heritage di Kota Malang, sebenarnya tak hanya di kawasan Kayutangan (Jln Basuki Rachmad), masih banyak kawasan di daerah itu yang bisa dibilang heritage maupun cagar budaya, seperti kawasan yang berada di jalan gunung-gunung, Jalan Besar Ijen dan Stasiun Kotabaru.

Kawasan tersebut masih banyak yang mempertahankan bangunan kuno dengan atap rumah limas segi lima seperti di Jalan Ijen dan bangunan-bangunan kuno lainnya yang ada di jalan gunung-gunung, seperti di Jalan Merbabu.

Untuk menjaga dan melestarikan bangunan kuno tersebut, Pemkot Malang menetapkan 32 bangunan-struktur sebagai cagar budaya, di antaranya Balai Kota Malang, Bank Indonesia dan Kantor Pajak Pratama, Gereja Immanuel, Gereja Idjen, gedung SMA 4 dan Rumah Dinas Wali Kota Malang, bangunan sekolah Corjesu, dan Hotel Pelangi.

Selain itu, Stasiun Kota Lama, Makam Bupati Malang dan Rumah Anjasmoro 25, struktur Tandon Air Tlogomas, Jembatan Mojopahit, Jembatan Kahuripan, Buk Gluduk, bangunan KPPN, Gereja Hati Kudus, Sekolah Frateran, Bank Mandiri Merdeka dan Bank Commenwealth.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021