Banjarnegara (ANTARA) - Surip (49) masih mengingat dengan jelas, suatu petang di mana Kawah Sileri yang berada di Kompleks Gunung Api Dieng, Jawa Tengah mengalami letusan freatik.

Saat itu pukul 18.25 WIB, Hari Kamis, 29 April 2021. Dia baru saja meninggalkan kantor untuk berbuka puasa di rumahnya yang hanya berjarak 100 meter dari Pos Pengamatan Gunung Api (PGA) Dieng yang berada di Desa Karangtengah, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara.

Begitu mendapat kabar ada kejadian letusan freatik di Kawah Sileri, ia buru-buru meletakkan kembali piring makan yang sempat ia genggam, lantas berlari tergopoh-gopoh dan bergabung bersama tim-nya untuk mendekat ke lokasi kejadian.

Sebagai Kepala Pos PGA Dieng, dia harus bergegas mengukur kadar CO2 di sekitar kawah, mengamati aktivitas vulkanik secara visual serta berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait dari jajaran Pemkab Banjarnegara.

Salah satu "anak" kesayangan mengalami letusan, itulah yang ada di benak Surip pada saat itu. Selama 20 tahun bertugas di Pos PGA, dia menganggap kawah-kawah yang ada di Dieng sebagai anaknya, yang harus terus diperhatikan dan disayangi.

Ada banyak kawah di Kompleks Gunung Api Dieng, namun Kawah Sileri dan Kawah Timbang adalah "anak kesayangan" yang menjadi prioritas perhatian.

Pasalnya, dua kawah tersebut beberapa kali mengalami letusan, sehingga harus rutin diamati serta ditangani secara seksama agar tetap aman dan tidak berbahaya bagi masyarakat di sekitar.

Ketika ia dan tim tiba di sekitar bibir Sileri, asap putih terlihat masih membumbung tinggi dari bagian tengah kawah. Sepatu dan celana yang ia kenakan kotor akibat cipratan lumpur.

Saat itu, material sisa letusan berserakan di mana-mana. Perlahan, ia menyentuhnya, lumpur dan bebatuan itu masih terasa hangat. Berbanding terbalik dengan udara di kompleks Dieng yang terasa dingin menjalari punggung tangannya.

Letusan freatik yang terjadi saat langit malam mulai merambat itu menghasilkan lontaran material berupa bebatuan sejauh 200 meter dan material lumpur sejauh 400 meter ke arah selatan kawah.

Selain itu juga menghasilkan lontaran material berupa bebatuan sejauh 200 meter dan material lumpur sejauh 300 meter ke arah timur kawah.

Beruntung, lontaran material mengarah ke lahan-lahan pertanian, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa. Kendati demikian, sempat ada pengendara motor yang kebetulan melintas di sekitar area kawah yang terkena cipratan lumpur.

Setelah letusan freatik petang itu, masyarakat dan wisatawan dilarang untuk mendekat ke bibir kawah dalam radius hingga 500 meter guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Pasalnya, aktivitas di Kawah Sileri masih mengalami peningkatan sehingga langkah antisipasi diperlukan karena dikhawatirkan terjadi letusan susulan.

Berdasarkan analisis lanjutan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) diketahui bahwa letusan yang terjadi bersifat freatik dan tidak didahului oleh kenaikan gempa-gempa vulkanik yang signifikan. Hal itu menandakan tidak adanya suplai magma ke permukaan.

Menurut analisis lanjutan itu juga diketahui bahwa letusan yang terjadi petang itu diakibatkan oleh over pressure dan aktivitas permukaan. Letusan juga berlangsung singkat dan tidak diikuti oleh kenaikan kegempaan dan perubahan visual.

Kendati demikian mengingat sifat dan karakter letusan di Gunung Dieng, di mana potensi letusan freatik bisa terjadi tanpa peningkatan aktivitas visual atau kegempaan, maka rekomendasi agar masyarakat tidak mendekati area bibir kawah perlu menjadi perhatian guna mengantisipasi ancaman bahaya semburan material .


Ibarat rumah

Ada yang menarik dari letusan freatik Kawah Sileri, meski terjadi letusan di salah satu kawahnya, namun aktivitas di Kompleks Gunung Api Dieng secara keseluruhan masih dalam level normal.

Pengalaman yang didapati selama bertugas sebagai Kepala Pos PGA Dieng, membuat Surip punya analogi sendiri yang menjelaskan bahwa Kompleks Gunung Api Dieng ibarat rumah yang memiliki dapur magma dan kantung magma.

Dalam analogi itu, kantung magma ini diibaratkan sebagai kamar-kamar. Setiap kawah memiliki kamar sendiri-sendiri, dan saat terjadi keributan di salah satu kamar karena mengalami letusan, kawah-kawah lainnya tetap tenang berada di tempatnya masing-masing.

Karenanya, letusan di Kawah Sileri pada hari itu tidak "merambat" ke kawah lain, aktivitas di kawah lain tetap normal. Hal itulah yang menjadikan status Gunung Api Dieng secara keseluruhan masih dalam level normal, meski terjadi peningkatan khusus di Kawah Sileri.

Sejak hari itu hingga saat ini, pihaknya pun masih terus meningkatkan perhatian terhadap Kawah Sileri. Masyarakat dan wisatawan juga masih dilarang untuk mendekat.

Narasi serupa juga disampaikan oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Banjarnegara Agung Yusianto. Pihaknya tidak melakukan penutupan objek wisata Dieng secara keseluruhan, namun mengingatkan agar wisatawan tidak mendekat dalam radius 500 meter dari area bibir kawah.

Kendati tidak seramai Kawah Sikidang dan Kawah Candradimuka yang juga berada di Kompleks Dieng, namun diakuinya, masih cukup banyak wisatawan yang selama ini mendatangi Kawah Sileri karena memiliki pemandangan alam yang cukup indah.

Alasan lain yang menarik minat wisatawan adalah karena lokasinya yang dekat dengan jalan raya, ditambah dengan rasa penasaran dari para turis mengenai bentuk dan rupa sang kawah. Padahal, lokasi Sileri bisa dikatakan cukup "menyendiri" dibanding kawah-kawah lainnya di Dieng.

Dikatakan menyendiri karena jaraknya pun terbilang jauh dari objek-objek wisata utama lainnya yang ada di Dieng, seperti Kawah Sikidang dan Candi Arjuna. Dia menjelaskan, jarak yang berjauhan, yakni sekitar empat kilometer itulah yang menjadi salah satu alasan pihaknya tidak menutup objek wisata Dieng secara keseluruhan pascaletusan freatik akhir April yang lalu.

Ditambah lagi, berdasarkan laporan dari Pos PGA Dieng juga menunjukkan aktivitas gunung api masih pada level normal. Hanya saja, rekomendasi agar wisatawan tidak mendekati area bibir Kawah Sileri menjadi hal mutlak yang selalu ditekankan.


Pengingat mitigasi

Ada pelajaran penting yang dapat dipetik dari letusan freatik Kawah Sileri, salah satunya adalah pentingnya untuk terus melakukan penguatan mitigasi dan sinergi antarinstansi.

Contohnya pada saat letusan freatik April lalu, kecepatan koordinasi dan kesigapan personel membuat upaya penanganan menjadi makin cepat.

Kendati lontaran material sebagian besar mengarah ke area persawahan, namun sebagian kecilnya juga sampai ke badan jalan yang lokasinya berdekatan dengan bibir kawah, mengakibatkan badan jalan tertutup lumpur dan menjadi licin. Kondisi itu tentunya berbahaya bila ada kendaraan yang melintas.

Namun tim gabungan dari BPBD Banjarnegara, TNI/Polri hingga para relawan, seperti PMI, dengan cepat melakukan pengamanan, melakukan penutupan akses jalan, serta sterilisasi di lokasi kejadian.

Setelahnya, pada Jumat (30/4) atau keesokan harinya setelah letusan, tim gabungan kembali bahu membahu membersihkan badan jalan dari sisa material lumpur sehingga proses tanggap darurat dapat dilakukan dengan sangat cepat.

Ketua PMI Kecamatan Batur, Banjarnegara, Zen Taufikurrochman, mengatakan bahwa pada saat itu jalanan cukup licin akibat lumpur. Tim gabungan lantas melakukan bersih-bersih menggunakan sekop, sapu lidi hingga cangkul, pada saat itu ada juga mobil tanki air yang siaga dan difungsikan untuk menyiram sisa-sisa material.

Kendati para personel gabungan yang bertugas di lokasi saat itu sedang melaksanakan ibadah puasa di tengah cuaca yang cukup terik, namun upaya penanganan yang dilakukan bersama-sama membuat upaya pembersihan dapat dilakukan tanpa kendala dan dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Haus dan lapar tidak menghalangi semangat mereka untuk menuntaskan tanggung jawab, kebersamaan telah memantik semangat yang sama yang menjadi motor penggerak seluruh tenaga.

Menjelang sore hari, lumpur berwarna abu-abu khas material vulkanik dengan ketebalan 5 hingga 7 centimeter yang sempat menutupi badan jalan pun telah berhasil dibersihkan. Itulah pelajaran yang dapat dipetik, tentang pentingnya fungsi koordinasi dan sinergi dalam upaya percepatan penanganan bencana.

Kini, sepekan lebih telah berlalu pascaletusan, Kawah Sileri telah kembali berseri di balik keindahannya yang berbalut sunyi. Ada yang tertinggal dari letusan Kawah Sileri, yakni pesan yang mengingatkan lagi tentang pentingnya upaya memperkuat mitigasi.

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2021