Yogyakarta (ANTARA) - Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Yogyakarta mengambil kebijakan untuk membatasi aktivitas dan mobilitas warga di RT 56 RW 12 Wirobrajan Yogyakarta usai terjadi penularan COVID-19 yang cukup banyak di permukiman padat penduduk tersebut.

“Sejak Kamis (6/5), aktivitas dan mobilitas warga di RT tersebut sudah dibatasi. Ya, semacam lockdown untuk mencegah agar sebaran kasus tidak semakin luas terlebih permukiman penduduk di RT tersebut bisa dikatakan sangat padat,” kata Ketua Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Yogyakarta Heroe Poerwadi di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, potensi meluasnya penularan COVID-19 di RT tersebut cukup tinggi mengingat sebagian besar warga di wilayah tersebut merupakan sebuah keluarga besar atau berasal dari satu “trah” yang sama dan hidup saling berdekatan.

Saat ini, Heroe mengatakan, petugas kesehatan masih melakukan proses tracing untuk mengetahui awal mula kasus disamping terus melakukan proses pemeriksaan dengan rapid test antigen yang dilanjutkan PCR apabila antigen menunjukkan hasil positif COVID-19.

Baca juga: Balai Kota Yogyakarta percontohan protokol kesehatan perkantoran

Baca juga: Wali Kota: Warga Yogyakarta jangan bosan pakai masker


Hingga saat ini, sudah ada 10 kasus positif di RT tersebut dan seluruhnya menjalani perawatan di rumah sakit.

Selain itu, juga sudah dilakukan rapid test antigen kepada 30 warga. Hasilnya, 10 orang dinyatakan negatif antigen dan 20 orang dinyatakan positif antigen sehingga dilanjutkan dengan pemeriksaan PCR, namun belum ada hasil yang diperoleh.

“Hari ini, kami menyiapkan 50 rapid test antigen. Namun, baru ada 39 warga yang datang. Hasilnya belum ada. Kami sedang upayakan agar seluruh warga menjalani tes antigen,” katanya.

Kasus di wilayah tersebut diperkirakan muncul saat ada seorang warga yang sudah berusia lanjut mengalami sakit flu disertai batuk pilek dan baru diperiksakan ke rumah sakit beberapa hari setelahnya karena penyakitnya tidak kunjung sembuh.

Dari hasil pemeriksaan, warga tersebut dinyatakan positif COVID-19 dan kemudian meninggal dunia pada 28 April. “Suami dan anak pun tertular COVID-19,” katanya.

Tetangga dari warga yang meninggal dunia tersebut juga ada yang diketahui terinfeksi COVID-19. Kebetulan, anaknya bekerja sebagai perawat di luar kota dan akhirnya ada beberapa anggota keluarga lain yang juga positif.

Tetangga yang berada di depan rumah dari warga yang meninggal dunia juga diketahui positif COVID-19. “Bahkan rumahnya sempat digunakan buka bersama oleh keluarga besar pada awal Ramadan,” katanya.

Dari total kasus yang sudah muncul, Satgas COVID-19 Yogyakarta menyebut terdapat empat rumah dengan warga yang positif PCR dan 11 rumah positif antigen. “Sekali lagi, posisi rumah warga sangat berdekatan,” katanya.

Selain melalukan lockdown, upaya untuk mencegah meluasnya penularan COVID-19 juga dilakukan dengan memasukkan seluruh warga yang positif untuk menjalani isolasi di Selter Tegalrejo.

Selama pembatasan aktivitas, dilakukan pemantauan dari Satpol PP, TNI dan kepolisian untuk memastikan pelaksanaan pembatasan dilakukan secara ketat.

“Dengan kondisi penularan yang ada saat ini, maka RT tersebut masuk dalam kategori zona oranye. Sehingga tidak boleh menggelar Shalat Idul Fitri berjamaah. Shalat digelar di rumah masing-masing,” katanya.

Heroe mengatakan kasus penularan COVID-19 di Wirobrjan tersebut dapat menjadi pembelajaran bersama agar penularan COVID-19 tidak semakin meluas, yaitu memastikan seluruh anggota keluarga tanggap terhadap kondisi kesehatan keluarganya.

“Jika ada yang sakit dengan gejala seperti flu, maka diminta untuk segera periksa dan menjalankan protokol kesehatan lebih ketat,” katanya.*

Baca juga: 73 persen koperasi di Kota Yogyakarta terdampak pandemi COVID-19

Baca juga: Kabupaten/kota di DIY belum usulkan PSBB

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021