Tren pemulihan ekonomi pada 2021 diproyeksikan kembali meningkatkan industri baja ringan, terutama kebutuhan BjLAS
Jakarta (ANTARA) - Direktur Eksekutif Research Oriented Development Analysis (RODA) Institut Ahmad Rijal Ilyas meminta adanya pengkajian ulang terhadap rencana kebijakan antidumping di sektor baja yang dapat mengganggu pasokan dalam negeri.

Menurut Rijal, dalam pernyataannya di Jakarta, Selasa, harga baja akan mengalami kenaikan berlipat jika rencana kebijakan antidumping diterapkan terutama harga produk baja lapis alumunium dan seng (BjLAS) yang dapat membebani konsumen.

"Oleh karena itu, pemerintah harus hati-hati dalam mengambil kebijakan antidumping, jangan sampai dampak ekonomi akibat kenaikan harga dan kelangkaan bahan baku baja BjLAS menekan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia yang akhir-akhir ini mengalami tren positif," katanya.

Rijal menjelaskan produsen BjLAS lokal saat ini masih harus melakukan impor karena adanya bahan baku yang belum bisa dipenuhi dari pasokan dalam negeri sehingga wacana kebijakan itu bisa menyebabkan persoalan defisit pasokan.

"Sementara itu, kondisi harga baja dunia saat ini yang mengalami kenaikan hingga 100 persen dibanding tahun sebelumnya dan berkurangnya supply baja internasional akibat adanya isu emisi kontrol yang bergulir di China," katanya.

Menurut dia, cara lama pengadaan impor BjLAS dengan metode supply and demand serta berdasarkan rekomendasi dengan pengawasan ketat masih lebih efektif dalam penyediaan pasokan baja nasional.

"Pelaku usaha saat ini sudah dapat merasakan efektifnya mekanisme impor baja termasuk BjJLAS yang dilakukan melalui sistem pengawasan yang ketat dengan mempertimbangkan supply and demand, terbukti impor BjLAs selama ini sudah dapat terkendali dengan baik," katanya.

Saat ini, kebutuhan total untuk baja ringan BjLAS pada 2019 adalah 1,6 juta ton yang bersumber dari impor sebesar 890.000 ton dan industri dalam negeri 725.000 ton.

Jumlah tersebut diperkirakan menurun pada 2020 menjadi 1,1 juta ton yang bersumber dari impor 460.000 ton serta suplai industri dalam negeri sebanyak 718.000 ton.

Namun, tren pemulihan ekonomi pada 2021 diproyeksikan kembali meningkatkan industri baja ringan, terutama kebutuhan BjLAS yang diperkirakan mencapai 1,8 juta sampai 2 juta ton.

"Kondisi ini tentunya harus dibarengi dengan ketersediaan bahan baku baik yang bersumber dari industri dalam negeri ataupun impor karena jelas terdapat kekurangan pasokan dari produsen BjJLAS lokal," kata Rijal.

Baca juga: Tekan impor, Kemenperin pacu produk logam ber-SNI
Baca juga: Kemendag musnahkan baja impor ilegal senilai Rp6 miliar
Baca juga: Menperin prediksi industri logam dasar tumbuh 3,54 persen tahun ini

Pewarta: Satyagraha
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021