Bandung (ANTARA News) - Kendati belum mengantongi sertifikasi Prakualifikasi dari WHO serta risiko kebijakan dari negara barat, industri vaksin di Iran berjuang memproduksi vaksin baru dengan inovasi paling mutakhir setelah Revolusi Islam.

"Tak ada satu pun negara yang berkenan memberikan teknologi, selain harus diperjuangkan sendiri, sehingga kami harus siap mengambil risiko berhadapan dengan negara barat," kata Wakil Delegasi Iran sekaligus "Bussiness Development Center Manager Pasteur Inbstitute of Iran", Dr Keivan Shokraie, di Hyatt Regency, Bandung, Sabtu.

Keivan menuturkan, sejak 1999 Iran sudah memulai mengembangkan vaksin baru dengan bantuan lembaga riset dan sejumlah perguruan tinggi Iran, sementara Institut Pasteur Iran yang berdiri lebih dari 80 tahun lalu berada di garis terdepan dalam memerangi penyakit.

Menurut Keivan, Pasteur Institute of Iran diatur oleh dewan pengawas dan berafiliasi kepada Menteri Kesehatan Iran, yang sudah cukup lama menjalin hubungan kerja sama aktif dengan organisasi-organisasi internasional seperti WHO dan Jaringan Lembaga Pasteur di seluruh dunia, termasuk Bio Farma.

"Tidak ada persaingan vaksin dengan Bio Farma, termasuk juga dengan negara-negara Islam lainnya. Yang jelas kami memiliki sejarah panjang dalam kerja sama dan berkomitmen meningkatkan kemandirian vaksin atau self reliance," ujarnya.

Sejak Revolusi Islam, Iran terus mengembangkan potensi energi dan bioteknologi dan sudah terbilang berhasil, sehingga banyak muncul pakar pakar baru yang antusias mengembangkan inovasi baru, termasuk teknologi produksi vaksin, demikian Keivan.(*)

ANT/Y008/AR09

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010