Jakarta (ANTARA News) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Undang-Undang Pemerintah Daerah yang mengatur soal kepala daerah yang terlibat tindak pidana, harus direvisi kembali terkait banyaknya kepala daerah yang sudah ditetapkan menjadi tersangka.

"Mengingat UU tersebut hanya mengatur penonaktifan kepala daerah kalau sudah menjadi terdakwa, seharusnya kepala daerah yang sudah menjadi tersangka juga dinonaktifkan pula," kata peneliti ICW, Emerson F Juntho, di Jakarta, Senin.

Seperti diketahui, saat ini sejumlah kepala daerah sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi oleh Kejaksaan Agung, namun sampai sekarang mereka masih memimpin daerah serta mengikuti pemilihan umum kepala daerah.

Kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, antara lain, Awang Farouk Ishak, Gubernur Kalimantan Timur dan Agusrin M Najamuddin, Gubernur Bengkulu yang terpilih kembali untuk lima tahun berikutnya dari Partai Demokrat.

Awang Farouk ditetapkan sebagai tersangka kasus divestasi saham PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan Agusrin M Najamuddin menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dana bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) senilai Rp23 miliar.

Emerson menambahkan regulasi pengaturan kepala daerah itu, harus benar-benar diatur agar tidak menganggu kinerjanya saat terkena kasus pidana.

Selain itu, ia juga meminta kepada Kejagung untuk segera mempercepat penanganan kasus pidana yang menimpa kepala daerah.

"Jangan sampai, Kejagung beralasan penanganan kasus pidana kepala daerah dikhawatirkan akan mengganggu kinerja pemerintahan daerah setempat," katanya.

Ia mengkhawatirkan jika kepala daerah yang sudah ditetapkan sebagai tersangka dan tidak segera ditahan, maka membuka peluang mereka melakukan lobi-lobi.

"Karena itu, penanganan kepala daerah yang terlibat tindak pidana, harus dipercepat," katanya.
(T.R021/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010