Jakarta (ANTARA News) - Beberapa saat setelah polisi menangkap pemimpin Jamaah Anshorud Tauhid, Abu Bakar Ba`asyir, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto menjamin polisi tak akan gegabah menangkap Ba`asyir, jika alasannya tidak kuat.

"Polri tentu sudah memiliki bukti-bukti sangat kuat terkait jaringan terorisme sehingga Ustad Abu Bakar Ba`asyir ditangkap," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Senin.

Djoko benar, karena faktanya, setidaknya dari pernyataan Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Edward Aritonang, polisi memang menemukan "benang merah" antara beberapa peristiwa dan kampanye teror beberapa waktu belakangan, termasuk bom di Cibiru, dengan keterlibatan Ba'asyir.

"Salah satu dari orang-orang yang terlibat mengorganisir adalah Ustad Abu Bakar Ba`asyir," tandas Edward Aritonang dalam jumpa pers, Senin.

Lebih dalam dari itu, Aritonang memaparkan bahwa rangkaian persiapan aksi teror, mulai dari pembentukan qoidah aminah (basis aman bagi gerakan terorisme) di Aceh, sampai penemuan bom di Cibiru, Bandung, adalah kegiatan yang terorganisasi rapi dan dikendalikan seseorang.

"Penyidik memiliki cukup bukti mengenai keterlibatan Ba`asyir yang akan dikroscek dalam pemeriksaan," sambung Aritonang.

Secara eksplisit Aritonang mengungkapkan, Ba'asyir ditangkap karena dua hal.

Pertama, dia terbukti berperan aktif menyiapkan rencana awal pembentukan Qoidah Aminah di Aceh, sekaligus menunjuk Mustofa alias Abu Thalib sebagai pelatih dan Dulmatin yang tertangkap mati beberapa waktu lalu di Pamulang, Tangerang Selatan, sebagai penanggungjawab lapangan.

Kedua, demikian Edward, Ba`asyir diduga keras mengetahui semua rangkaian pelatihan teror di Aceh karena sang ustad rutin dilapori oleh orang-orang lapangannya.

Ba'asyir sendiri menyebut penangkapan dirinya ini sebagai rekayasa Amerika Serikat. "Ini rahmat Allah dan ini mengurangi dosa (saya)," kilahnya.

Ba'asyir boleh membantah, sebaliknya polisi juga boleh kukuh dengan keyakinannya. Yang jelas, ada rangkaian fakta yang dipaparkan Aritonang yang cukup mengejutkan, berkaitan dengan perubahan prilaku kampanye teror di Indonesia.

Orang Prancis

Aritonang mengungkapkan polisi sudah menangkap 102 tersangka teroris yang disidik dalam 33 berkas yang 66 diantaranya sudah ditahan. "Mereka semua akan disidangkan secara terpusat di Jakarta," katanya.

Demi kemudahan dan keamanan proses itu, polisi terlah berkordinasi dengan pihak-pihak terkait, termasuk pengadilan.

Aritonang bercerita, pada 17 Juli 2010, para tersangka teroris membentuk pusat latihan militer di Aceh atas prakarsa Tanzim Al Qaeda Indonesia.

Akhir bulan itu juga, Detasemen Khusus 88 Antiteror berhasil menangkap tersangka Arifin di Solo dan Tongji Alias Warsito di Indramayu. Mereka ditengarai menjadi tenaga perekrut anggota baru untuk dilatih secara militer di Aceh.

Seminggu dari itu, pada 7 Agustus 2010, polisi mengantongi informasi bahwa para tersangka teroris berada di Cibiru.

Pengetahuan ini didapat sehari sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengunjungi Ciwidey. Ciwidey berada di selatan Bandung, atau arah barat daya dari Cibiru, sekitar 1,5 jam dari situ.

Densus 88, demikian Edward Aritonang, segera menyergap dan menangkap para tersangka teroris itu di Cibiru.

Di daerah itu, Densus 88 menangkap Fahrurozi Tanjung yang memiliki nama alias Bayu dan Hamzah alias Helmi, di Jalan Manisi, Kampung Sukaluyu, Kecamatan Cikuda, Bandung.

Di tempat itu pula, polisi menemukan untuk kemudian menyita satu unit mobil Mitsubishi Galant bernomor polisi B1600KE yang menurut Edward Aritonang akan digunakan untuk melakukan aksi bom mobil.

Polisi telah mengetahui identitas si pemilik mobil, dan orang ini ternyata berkewarganegaraan Prancis.

Menurut Edward, pria Prancis itu beristrikan seorang perempuan berkebangsaan Maroko. Kedua pasangan suami istri kini sedang diburu oleh polisi, bekerjasama dengan Interpol.

Tak hanya itu, polisi membekuk Ghofur, lengkap dengan barang bukti 54 amunisi kaliber 38, asam nitrat, pupuk urea, dan tabung-tabung bahan kimia.

Insinyur Teknik Kimia

Pria lain yang ditangkap adalah Kurnia Widodo alias Ujang. Nah, lelaki ini diketahui seorang sarjana lulusan perguruan tinggi angkatan 2000 jurusan Teknik Kimia.

Kurnia diketahui bertugas sebagai ahli membuat bom di laboratorium perakitan bom di Cikuda. Dia ditangkap di Cimareme, Padalarang, sebuah daerah yang masuk administrasi Kabupaten Bandung Barat.

Orang terakhir yang dicucuk polisi adalah pria yang disebut Edaward sebagai "Ustad Kiki". Dia ditangkap di terminal Cileunyi, Bandung.

Dari tangan sang ustad, polisi juga menyita barang bukti berupa dokumen dan buku tentang jihad. Bersama bukti-bukti itu juga disita detonator, timbangan digital, dan bahan-bahan pembuat bom mobil.

Yang tidak kalah mengagetkan dari fakta itu, masih mengutip Edward Aritonang, para teroris yang tertangkap berencana melakukan pemboman di beberapa tempat dalam waktu dekat.

Mereka menyasar Markas Besar Polri, markas besar Polda Jabar, sejumlah hotel internasional, dan kedutaan-kedutaan asing di Jakarta.

Selain itu, polisi mendapatkan bukti bahwa para tersangka teroris itu telah melakukan uji coba pemboman di daerah pegunungan, di kawasan Sumedang. "Semuanya dipantau secara saksama oleh anggota Densus 88 dari kejauhan," ungkap Edward.

Mereka kini menggunakan bom yang jauh lebih dahsyat dari yang biasa jaringan mereka gunakan sebelumnya, bahkan dibandingkan C4 sekalipun.

"Bahan baku bom yang dimiliki para teroris itu kini tidak lagi jenis C4 melainkan Natrium klorit yang memiliki daya ledak lebih dahsyat," demikian Aritonang.

Edward menyebut dampak ledakan yang timbul dari bom jenis baru teroris itu setara dengan sebuah bom yang bisa menghancurkan bangunan berlantai dua.

Polisi tak mengungkapkan secara eksplisit apakah para tersangka teroris yang terakhir disergap di Cibiru dan Subang ada kaitannya dengan Abu Bakar Ba'asyir.

Edward Aritonang hanya mengatakan para tersangka teroris yang terakhir digerebek ini berkaitan dengan qoidah aminah Aceh itu.

Itulah yang mungkin membuat polisi yakin --berdasarkan sejumlah petunjuk, baik dari kesaksian maupun dokumen yang ditemukan-- bahwa semua aktivitas itu diketahui Abu Bakar Ba'asyir. Edward Aritonang menyebut kaitan itu sebagai "benang merah."

Tentu saja orang-orang terdekat dan kelompok pendukung Ba'asyir menentang penangkapan tersebut. Jama`ah Anshorut Tauhid (JAT) Surakarta diantaranya, menyesalkan penangkapan Ba`asyir itu.

"Karena Ustadz Abu Bakar Ba`asyir bukan daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus apapun," kata Pimpinan JAT Surakarta, Abdurrahman S kepada wartawan di Sukoharjo, Senin.

Dia menilai penangkapan Ba`asyir pada detik-detik menjelang Ramadan bakal mengganggu kegiatan-kegiatan dakwah Islam selama ini.

Abdurrahman memiliki alasannya sendiri, tapi polisi juga tentu memiliki fakta.

Yang jelas episode baru kampanye antiteror telah dibuat. Kita lihat saja nanti seperti apakah lembar-lembar baru dalam episode ini dibuka. (*)

editor: jafar sidik

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010