Kami punya cukup beras dan kacang polong kering, tetapi kami harus pergi dan mencari sayuran
Naypyidaw (ANTARA) - Warga Myanmar yang mengungsi akibat meningkatnya pertempuran di Negara Bagian Chin, menyuarakan keprihatinan atas tempat tinggal dan persediaan logistik saat lebih banyak orang menyelamatkan diri dari konflik antara tentara dan pemberontak anti junta.

Eksodus itu juga mengancam akan mendorong lebih banyak orang ke perbatasan terdekat dengan India, di mana seorang pejabat pemerintah India mengatakan lebih dari 15.000 orang telah mengungsi sejak kudeta 1 Februari yang telah menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan.

"Saat hujan turun, kami tidak memiliki tempat berlindung yang kokoh," kata Mai, yang melarikan diri dengan berjalan kaki dari Kota Mindat pada akhir pekan, dan sekarang berada di sebuah desa yang jauhnya 15 kilometer dari wilayah asalnya.

Baca juga: Junta Myanmar melabeli Pemerintah Persatuan Nasional sebagai teroris
Baca juga: Junta Myanmar tolak kunjungan utusan ASEAN sampai stabilitas pulih


"Kami punya cukup beras dan kacang polong kering, tetapi kami harus pergi dan mencari sayuran. Ada kekurangan minyak dan bahan bakar untuk sepeda motor. Tidak ada persediaan medis. Bahkan jika kami punya uang, kami tidak bisa membeli bahan makanan," kata dia kepada Reuters melalui aplikasi pengiriman pesan.

Mereka yang melarikan diri mengatakan ribuan orang meninggalkan Mindat setelah tentara menyerang pejuang dari Pasukan Pertahanan Chinland, yang bersekutu dengan Pemerintah Persatuan Nasional yang dibentuk oleh lawan junta.

"Ada juga laporan warga sipil tewas dan terluka dan properti sipil rusak atau hancur," kata Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada Selasa (18/5).

"Akses oleh lembaga kemanusiaan ke orang-orang yang melarikan diri dari kekerasan atau mereka yang masih berada di rumah mereka menjadi sulit karena ketidakamanan."

Sejak menggulingkan dan menahan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, junta telah berjuang untuk memaksakan otoritasnya dalam menghadapi protes harian, pemogokan yang melumpuhkan ekonomi, serta meningkatnya pertempuran melawan kelompok lama dan baru dari pejuang etnis minoritas.

Global New Light of Myanmar yang dikelola negara mengatakan pemberontak telah menyerang dua lokasi lain di Negara Bagian Chin, yang berbatasan dengan India, pada Senin (17/5). Dilaporkan tidak ada anggota pasukan keamanan yang terluka dalam serangan itu.

Penduduk mengatakan pertempuran itu telah mendorong banyak orang mengungsi dari Kota Kanpetlet, sekitar 20 kilometer dari Mindat.

"Sangat menyedihkan kami harus melarikan diri dari rumah kami sendiri," kata Salai (24), yang sekarang mengungsi di desa terdekat.

Seorang pejabat di Negara Bagian Mizoram, India, mengatakan pada Selasa (18/5) bahwa lebih banyak pengungsi diperkirakan juga ada di sana.

Sedikitnya 10 orang telah tewas di Negara Bagian Chin dalam seminggu terakhir, menurut data Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Kelompok aktivis itu menyebutkan korban tewas sejak kudeta mencapai 805, angka yang diperdebatkan oleh tentara.

Reuters tidak dapat menghubungi Angkatan Pertahanan Chinland, milisi baru yang dibentuk sejak kudeta. Pemberontak dari berbagai komunitas etnis minoritas telah memperjuangkan otonomi selama beberapa dekade di negara berpenduduk 53 juta jiwa itu.

PBB menyatakan hampir 10.000 orang telah mengungsi di Negara Bagian Kachin di utara akibat pertempuran baru sejak pertengahan Maret. Ribuan orang juga mengungsi akibat bentrokan di timur dan timur laut Myanmar.

Sumber: Reuters

Baca juga: Kisah kontestan Myanmar serukan perjuangan di Miss Universe 2020
Baca juga: Junta Myanmar umumkan darurat militer di kota Negara Bagian Chin

Penerjemah: Yashinta Difa Pramudyani
Editor: Mulyo Sunyoto
Copyright © ANTARA 2021