Lagos (ANTARA News/AFP) - Perusahaan minyak Shell menyatakan, Minggu, sabotase pipa minyak oleh pencuri di Nigeria selatan meningkat dan mengarah pada penghentian produksi, namun tidak ada penjelasan mengenai jumlah minyak mentah yang hilang.

"Antara 1 dan 12 Agustus tahun ini saja, (Shell) mencatat tiga sabotase terpisah di pipa minyak Bonny -- Saluran Cawthorne -- Bonny dan Alakiri -- dimana tersangka pencuri minyak mentah membuat lubang dan meneteskan minyak," kata perusahaan itu dalam sebuah pernyataan.

Seorang juru bicara Shell tidak menyebutkan berapa jumlah minyak yang dicuri.

"Setiap kali ada kebocoran minyak, kami menghentikan produksi untuk memperbaiki saluran," katanya.

"Kami mengalami tiga serangan -- dua telah diperbaiki dan produksi sudah pulih. Kami baru mulai melakukan perbaikan pada pipa ketiga," tambahnya.

Pencuri minyak di Nigeria seringkali menyabotese pipa dan membawa minyak curian ke kilang-kilang minyak ilegal.

"Ongkos sosial dan lingkungan akibat sabotase luas tidak bisa diterima," kata Wakil Presiden Shell Babs Omotowa.

"Tahun lalu, 98 persen dari minyak yang bocor dari operasi (Shell Nigeria) disebabkan oleh sabotase. Adalah kebijakan kami untuk membersihkan tumpahan tanpa mempedulikan penyebabnya," katannya.

Gerilyawan di wilayah selatan Nigeria juga melancarkan serangan yang berulang kali terhadap pipa minyak dan sasaran industri lain dalam beberapa tahun terakhir ini, dengan menuntut distribusi yang adil atas hasil minyak.

Serangan-serangan itu mengarah pada penurunan produksi hingga sekitar satu juta barel per hari di negara pengekspor minyak terbesar kedelapan dunia itu, namun program amnesti yang ditawarkan kepada militan tahun lalu telah mengurangi tingkat serangan.

Pada Juni 2009, almarhum Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.

Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.

Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober 2009, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.

Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli 2009 membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.

Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.

MEND, kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni 2009.

Kelompok itu telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.

MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.

Serangan-serangan itu sempat membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.

Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.

Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.

Militer Nigeria memulai ofensif terbesar dalam beberapa tahun ini pada pertengahan Mei 2009, dengan membom kamp-kamp militan di sekitar Warri di negara bagian Delta dari udara dan laut dan mengirim tiga batalyon pasukan untuk menumpas pemberontak yang diyakini telah melarikan diri ke daerah-daerah sekitar.

Militer menyatakan tidak bisa berpangku tangan lagi setelah serangan-serangan terhadap pasukan, pemboman pipa minyak dan pembajakan kapal minyak, yang semuanya membuat Nigeria gagal mencapai produksi penuhnya selama beberapa tahun ini.

Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.

Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun 2008, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010